Alhamdulillah wa Syukurillah, 16 siswa-siswi SMA Telkom Bandung lolos dalam SNBP 2023.
HASBY ABDUL HAFIZ MUNADAR -ITB-S1 TELKNIK MESIN DAN DIRGANTARA
ANNISA NARARYA SHAFARINA-ITB-S1 SENI RUPA DAN DESAIN (FSRD)
NASYWA ZAHARA ADHADI-ITB-S1 FMIPA-ILMU PENGETAHUAN ALAM
SYIFA NURSUCI DININGRAT-UNPAD-S1 AGROTEKNOLOGI
SHAFA FAUZIYYAH AZZAHRA-UNPAD-S1 ILMU KELAUTAN
NADIA NURHALISA-UNPAD-S1 TEKNIK PERTANIAN
BILQIS SYAKIRA KHALDA -UPI-S1 BIMBINGAN DAN KONSELING
NYRA NAZWA APRILIA-UPI-S1 BISNIS DIGITAL
GAEZKA ATTALA HUD-UPI-S1 FILM DAN TELEVISI
WINA MUTIARA ZAHWA-UPI-S1 PENDIDIKAN IPS
SINDHY KALISTA DWI PUTRI-ISBI -D4 TELEVISI DAN FILM
YUANKAKA ALFARIDZI-UIN GUNUNG JATI-S1 TEKNIK ELEKTRO
CHRISDIAN ROSMAWATI SIANIPAR-UPI-S1 GIZI
NEVLINA EGA WICAKSONO-ISBI BANDUNG-S1 TARI
ALIA AZKIATUL KURNIA POLBAN D4 TEKNOLOGI PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK
ZIKRI ANANDA FADLILLAH YORIANA-POLBAN-D3 TEKNIK PENDINGIN DAN TATA UDARA
Segenap civitas SMA Telkom Bandung mengucapkan selamat dan sukses atas pencapaian para siswa Gen Biru. Untuk teman-teman yang akan mengikuti UTBK – SNBT selalu semangat, semoga mendapatkan hasil yang terbaik.
Penambahan usia adalah bukti dari eksistensi kehidupan begitupun dengan penambahan usia SMA Telkom Bandung Tempat dimana kita mengemban ilmu,menorehkan prestasi dan jasa disini SMA TELKOM BANDUNG bukan hanya sekedar tempat sederhana dengan gazebo yang nyaman, tempat dimana ibu bapak guru yang selalu menyambut hangat semangat pagi siswa siswinya atau sebua tempat dan ruang mengembangkan diri yang inovatif dan kreatif.
2023 dan usia ke 33 semua capaian angka yang tidak biasa dan tidak mudah dilewati tentunya. Berbagai musim telah dilewati bersama dan tahun ini diusia ke 33 ini adalah tahun perdana SMA TELKOM BANDUNG melewati usianya secara lengkap ramai bingar dengan segala isinya.
“Ninjak hambala warsa manfaat keurr sasama” di Usia 33 sebuah doa dan harapan menjadikan SMA TELKOM BERMANFAAT BAGI SETIAP ORANG DISEKITARNYA
adapun kegaitan yang dilaksanakan dalam memperingati hari jadi sma telkom bandung sebagai berikut
Donor darah yang diikuti baik oleh citivas sma telkom dan umum
Kegiatan donor darah ini bekerja sama dengan PMI KABUPATEN BANDUNG
kemudian helaran sebagai bentuk mengekspresikan rasa suka cita atas jadinya sma telkom Yang ikut oleh seluruh kelas
Dan SMA Telkom Award pengahargaan apresiasi taunan untuk civitas sma telkom bandung
Melulai kegiatan ini diharapkan SMA TELKOM BANDUNG tetap dan terus menjadi sekolah terbaik, rumah yang nyaman untuk setiap individu nya tumbuh dan berkembang dan semua unsur didalamnya selalu solid bersatu untuk membangun kemanjuan sma telkom bandung.
Kegiatan Pemantapan TOEFL, Pemantapan UTBK dan Pemantapan ITB ini merupakan program rutin yang dilalui oleh siswa-siswi kelas 12 yang bertujuan memberikan bekal bagi lulusan SMA Telkom bandung untuk jenjang berikutnya, baik di dunia perkuliahan maupun dunia kerja .
Kegiatan ini berlangsung dari bulan November hingga bulan Maret dan dilaksankan setelah selesai kbm selesai dengan para mentor yang ahli dan berpengalam dalam bidangnya.
Media Pembelajaran merupakan Alat atau perantara yang digunakan guru dalam berinteraksi dengan peserta didiknya dalam proses belajar.
Seiring perkembangan zaman saat ini Media pembelajaran berbasis teknologi merupakan alat yang efektif untuk digunakan dalam proses pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
Berbagai kalangan meyakini bahwa manfaat Teknologi sebagai media dalam proses pembelajaran sangatlah besar. Teknologi dianggap mampu menjadikan pembelajaran lebih efektif, efisien, dan meningkat- kan kualitas hasil pembelajaran. Teknologi sebagai media pembelajaran juga mampu memberikan siswa pengalaman yang banyak dan variatif
Media pembelajaran elektronik bermanfaat untuk melengkapi, memelihara dan bahkan meningkatkan kualitas dan proses pembelajaran yang sedang berlangsung, sehingga akan meningkatkan kualitas pembelajaran, meningkatkan aktivitas peserta didik dan meningkatkan motivasi belajar.
SMA Telkom khususnya mata pelajaran Seni Budaya menggunakan Teknologi sebagai media pembelajaran agar siswa dapat lebih mudah memahami materi dari guru, salah satunya dengan menggunakan YouTube sebagai perantaran penyampaian informasi, interaksi langsung dan dapat melihat secara jelas isi dalam video tersebut.
Media Pembelajaran adalah alat bantu yang digunakan untuk memperagakan fakta, konsep, prinsip atau prosedur tertentu agar tampak lebih nyata/konkrit. Alat -alat bantu itu dimaksudkan untuk memberikan pengalaman lebih konkrit, memotivasi serta meningkatkan daya serap dan daya ingat siswa dalam balajar. Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar. Proses pembelajaran menjadi lebih menarik apabila menggunakan media yang tepat sehingga siswa termotifasi untuk mencintai ilmu pengetahuan yang sedang dipelajarinya. Seorang guru dapat efektif dan efisien dalam menyajikankan materi pelajaran apabila dapat memanfaatkan media secara baik dan tepat. (Nursamsu, 2017). Menurut Cecep Kustandi dan Bambang Sutjipto (2013: 8), media pendidikan adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar dan berfungsi untuk memperjelas makna pesan yang disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik dan sempurna. Penggunaan media pembelajaran yang tepat diperlukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dasar dan dapat menarik perhatian siswa. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan visualisasi dan pemahaman materi menjadi lebih mudah dari pengajar kepada siswa.
Masih maraknya kasus tawuran yang dilakukan oleh pelajar menunjukkan belum optimalnya pelaksanaan pembelajaran berbasis karakter di sekolah. Siswa yang melakukan tawuran merasa dirinya lah yang paling kuat dan paling jago, namun sebenarnya hal tersebut adalah hal yang salah dan bisa mendapatkan konsekuensi pidana apabila menimbulkan kerusuhan dan korban jiwa. Belum lagi siswa yang melanggar aturan sekolah dan menganggap “Hukum dibuat untuk dilanggar” membuat guru memiliki pekerjaan ekstra. Kompleks sekali bukan?
Sebagai seorang siswa yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, sudah seharusnya kita bertindak dan berperilaku sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Aturan dibuat bukan untuk mengekang, tetapi aturan justru dibuat untuk mempermudah kehidupan kita. Coba bayangkan apabila di persimpangan jalan tidak ada lampu lalu lintas. Akan saling bertabrakan bukan? Begitulah aturan dibuat untuk mempermudah dan melindungi masyarakat.
Kembali lagi ke permasalahan awal, aturan sekolah seolah menjadi formalitas belaka jika melihat kondisi saat ini. Seragam dikeluarkan, sepatu tidak sesuai aturan, rambut laki-laki panjang, make up tebal bagi perempuan, dan sebagainya. Hal-hal tersebut sebenarnya adalah perbuatan yang sudah jelas diatur di aturan sekolah dan tidak diperkenankan untuk dilakukan. Karakter siswa yang sudah terbentuk dari dulu apabila memang tidak sesuai dengan aturan di SMA saat ini akan bertabrakan dan tidak sinkron apabila siswa tidak mau mengikuti aturan ketika SMA.
Pentingnya pembentukan karakter memang menjadi fokus utama tiap sekolah, agar siswa nya memiliki kepribadian yang mantap. SMA Telkom Bandung melihat hal tersebut sebagai momen yang tepat untuk melaksanakan kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan dan Organisasi Siswa (LDKOS). Kegiatan LDKOS menjadi senjata yang ampuh untuk membentuk siswa yang berdisiplin, integritas tinggi, religius, dan unggul, sesuai dengan visi sekolah. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan ketika LDKOS memang diset untuk meningkatkan karakter siswa, seperti pematerian mengenai kedisiplinan, permainan tradisional yang meningkatkan kerjasama, dan sebagainya.
Setelah selesai kegiatan LDKOS, diharapkan siswa yang mengikuti kegiatan ini dapat menularkan hasil pembinaan kepada teman temannya di sekolah. Karakter yang dibentuk ketika kegiatan LDKOS diharapkan dapat tersebar kepada seluruh warga sekolah, sehingga akan terbentuk siswa siswi yang berkarakter Pancasila.
Tan Malaka pernah berkata, “Tujuan Pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, mengukuhkan kemauan, serta memperhalus perasaan.” Dengan pendidikan karakter, kecerdasan, kemauan, serta perasaan akan terasah menjadi semakin kuat dan akan membentuk siswa yang berkarakter.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik (Wikipedia). Tujuan utama diselenggarakannya proses belajar adalah demi tercapainya tujuan pembelajaran. Tujuan tersebut utamanya adalah keberhasilan peserta didik belajar pada suatu mata pelajaran maupun pendidikan pada umumnya (Krismanto, 2003).
Sesuai dengan Permendikbud No 22 Tahun 2016, yaitu “Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.”
B.SASARAN TINDAKAN
Siswa yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII IPS 3 di SMA TELKOM BANDUNG. Siswa tersebut memiliki karakter yang heterogen. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis, sebagian besar siswa kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan berdasarkan kurikulum 2013 pembelajaran harus berperan aktif dalam menemukan pengetahuannya.
C.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan permasalahan diatas, dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah penerapanmodel pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa di kelas XII IPS 3 SMA TELKOM BANDUNG?
D.TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa di kelas XII IPS 3 SMA TELKOM BANDUNG
E.MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Guru : Sebagai media untuk memudahkan penyampaian materi di dalam mengajar
2. Bagi Siswa : Sebagai media untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa
Saat ini Bahasa Inggris telah menjadi mata pelajaran yang wajib diikuti mulai dari tingkat SMP, SMA sampai dengan Perguruan Tinggi. Di masa sekarang ini Bahasa Inggris sudah menjadi kebutuhan bagi semua orang, karena Bahasa Inggris merupakan Bahasa Internasional. Dengan menggunakan Bahasa Inggris siapapun bisa berkomunikasi dimanapun tanpa rasa khawatir. Dengan adanya Bahasa Inggris tingkat SMA diharapkan para generasi muda Indonesia mampu berbahasa Inggris dengan baik sejak duduk di bangku sekolah, sehingga para lulusannya mampu bersaing di dunia luar.
Tujuan pokok pembelajaran Bahasa Inggris adalah penguasaan empat kompetensi dasar yaitu listening (mendengarkan), speaking (berbicara), reading (membaca),dan writing (menulis). Keempat kompetensi itu saling berkaitan, sehingga satu kegiatan pembelajaran dapat digunakan untuk mempelajari satu atau lebih kompetensi yang ingin dikuasai. Keterampilan membaca dan menulis memegang peranan penting dalam penguasaan ilmu pengetahuan termasuk penguasaan pengetahuan berbahasa. Karakteristik pembelajaran Bahasa terutama Bahasa Inggris berbeda dengan mata pelajaran yang lain karena fungsi Bahasa sebagai alat komunikasi, sehingga dalam belajar Bahasa terutama Bahasa Inggris harus mampu mengaplikasikannya dalam kegiatan komunikasi.
Tetapi pada kenyataannya peserta didik di SMA masih menghadapi banyak kendala dalam menguasai keempat kompetensi Bahasa Inggris tersebut, terutama dalam kompetensi menulis (writing). Kurangnya penggunaan Bahasa Inggris merupakan salah satu faktor penyebabnya. Peserta didik SMA Telkom Bandung berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi yang cenderung jarang atau bahkan tidak menggunakan Bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu peserta didik terkadang mengalami kebosanan ketika pembelajaran masih menggunakan metode-metode konvensional sehingga motivasi belajar rendah. Oleh karena itu guru juga harus berinovasi agar pembelajaran di kelas lebih menyenangkan dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
Apakah Project Based Learning dengan media digital writing(canva. IG, android note) dapat meningkatkan aktivitas peserta didik kelas XII MIPA 6 SMA Telkom Bandung semester 1 tahun pelajaran 2022-2023?
Apakah Project Based Learning dengan media digital writing (canva. IG, android note) dapat meningkatkan keterampilan menulis peserta didik kelas XII MIPA 6 SMA Telkom Bandung semester 1 tahun pelajaran 2022-2023?
Tujuan
Adapun tujuan penulis adalah?
Untuk mengetahui bahwa Project Based Learning dengan media digital writing (canva. IG, android note) dapat meningkatkan aktivitas peserta didik kelas XII MIPA 6 SMA Telkom Bandung semester 1 tahun pelajaran 2022-2023.
Untuk mengetahui bahwa Project Based Learning dengan media digital writing (canva. IG, android note) dapat meningkatkan keterampilan menulis peserta didik kelas XII MIPA 6 SMA Telkom Bandung semester 1 tahun pelajaran 2022-2023.
Manfaat
Manfaat Teoretis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum mengenai sebuah teori yang menyatakan bahwa peningkatan keterampilan menulis dapat dilakukan dengan Project Based Learning
Manfaat Praktis
Hasil yang diperoleh dari penulisan best practice ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:
Peserta Didik
Meningkatkan aktivitas peserta didik dalam keterampilan menulis.
Mengatasi hambatan dan kendala dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris, khususnya kompetensi dasar writing pasa materi teks prosedur.
Mengurangi perasaan tidak percaya diri untuk mengungkapkan ide secara tertulis.
Mengurangi perasaan bosan dalam pembelajaran Bahasa Inggris.
Guru
Memperbaiki proses pembelajaran di kelas.
Memunculkan inovasi dalam pembelajaran.
Mampu mendeteksi permasalahan yang muncul dalam pembelajaran sekaligus mencari solusinya.
Sekolah
Meningkatkan layanan prima pada peserta didik.
Meningkatkan profesionalisme guru.
Meningkatkan prestasi sekolah.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
Model pembelajaran ini secara bahasa diartikan sebagai model yang menekankan pada pengadaan proyek atau kegiatan penelitian kecil dalam pembelajaran. Menurut Klien, et al. dalam Fathurohman mendefinisikan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) sebagai “the instructional strategy of empowering learners to pursue content knowledge on their own and demonstrate their new understandings through a variety of presentation models”.
Menurut Fahurohman (2015) pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai Langkah awal dalam mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalaman nyata. Project Based Learning dilakukan secara sistematik yang mengikutsertakan peserta didik dalam pembelajaran sikap, pengetahuan dan keterampilan melalui investigasi dalam perencanaan produk. Project Based Learning merupakan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks. Pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir kritis dan mampu mengembangkan kreativitasnya melalui pengembangan inisiatif untuk menghasilkan produk nyata berupa barang atau jasa. Pembelajaran berbasis proyek adalah suatu proyek dalam proses pembelajaran. Proyek yang dikerjakan peserta didik dapat berupa proyek perseorangan atau kelompok dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu secara kolaboratif, inovatif, unik, dan yang berfokus pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan kehidupan peserta didik. Pembelajaran berbasis proyek merupakan bagian dari metode instruksional yang berpusat pada pembelajar. Model ini sebagai ganti dari penggunaan suatu model pembelajaran yang bersifat teacher-centred yang cenderung membuat pembelajar lebih pasif dibandingkan dengan guru.
Sedangkan menurut Daryanto (2017) ada lima kriteria pembelajaran proyek, yaitu:
Proyek dalam pembelajaran ini adalah pusat atau inti kurikulum. Model ini merupakan pusat strategi pembelajaran dimana peserta didik belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek.
Berfokus pada pertanyaan atau masalah
Proyek dalam PJBL adalah berfokus pada pertanyaan atau masalah, yang mendorong pelajar menjalani konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti.
Investigasi konstruktif atau desain
Proyek melibatkan pelajaran dalam investigasi konstruktif dapat berupa desain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, diskoveri akan tetapi aktifitas inti dari proyek ini harus meliputi transformasi dalam konstruksi pengetahuan.
Bersifat otonomi pembelajaran
Lebih mengutamakan otonomi, pilihan waktu kerja dan tanggung jawab pelajaran terhadap proyek.
Bersifat realism
Pembelajaran berbasis proyek melibatkan tantangan kehidupan nyata, berfokus pada pertanyaan atau masalah autentik bukan simulative dan pemecahannya berpotensi untuk diterapkan dilapangan yang sesungguhnya.
Media Pembelajaran
Pengertian Media Pembelajaran
Media (kata jamak) berasal dari Bahasa Latin ‘medium’ yang artinya ‘di antara’. Dengan istilah ini memberikan arti bahwa ‘media’ itu adalah segala sesuatu yang membawa informasi antara sumber dan penerima. Dengan demikian apabila kita menggunakan media yang benar, bertujuan untuk mengurangi ‘jumlah kata’ yang diperlukan dalam proses pembelajaran (instruksional), dengan harapan akan mengkomunikasikan gagasan yang bersifat konkrit. Hal ini terjadi karena media itu akan membantu peserta didik untuk mengintegrasikan pengalamannya yang diperoleh sebelumnya. Oleh karena itu penggunaan media diharapkan mampu memperlancar proses belajar peserta didik, serta menambah pemahamannya (Soetomo, 2011).
Di bagian lain Soetomo (2011) juga menyatakan tentang lima sifat media pembelajaran yang mendasari pemikiran para ahli Pendidikan, yaitu:
Bahwa media itu untuk meningkatkan persepsi.
Bahwa media itu untuk membantu meningkatkan transfer belajar.
Bahwa media itu untuk meningkatkan pemahaman.
Bahwa media itu untuk membantu adanya retensi.
Bahwa media itu untuk memberikan penguatan atau menambah pengetahuan tentang hal yang diperoleh peserta didik.
Menurut Gerlach dan Erly dalam Soetomo (2011) pemilihan media harus mengingat pada tujuan instruksional yang ingin dicapai, selain itu kita juga harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
Kualitas teknis media yang artinya betapapun canggihnya media, tetapi kualitas teknis nya kurang baik maka akan mengakibatkan adanya persepsi yang salah dan akan menyesatkan peserta didik dan akan sukar diperbaiki.
Pertimbangan harga artinya apabila ada dua macam media pembelajaran tetapi mempunyai kemampuan dan pengaruh yang sama dalam proses pembelajaran maka dipili media yang berharga lebih murah.
Ketersediaan artinya pilihan kita harus memperhatikan apakah media itu sudah tersedia atau masih perlu disediakan.
Kemampuan artinya adanya kemampuan guru dan peserta didik untuk memakai media itu. Tegasnya, pilihan perencanaan dan pengembangan sistem pembelajaran akan kecewa apabila memilih media ternyata baik peserta didik maupun guru tidak memiliki kemampuan untuk memakai atau mengoperasionalkan.
Ketersediaan sarana pendukung artinya betapapun bagusnya media, akan tetapi tidak tersedia sarana pendukung ketika akan digunakan, maka alat media itu tidak ada gunanya.
Jenis Media Belajar
Terdapat berbagai jenis media belajar, diantaranya:
Media visual: grafik, diagram, chart. bagan, poster, kartun, komik
Media audial: radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya.
Projected still media: slide, overhead projector (OHP), LCD Proyektor, dan sejenisnya.
Projected motion media: film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), computer dan sejenisnya.
Study Tour Media: pembelajaran langsung ke obyek atau tempat studi seperti museum. Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media baik yang bersifat visual, audial, projected still media maupun projected motion media bisa dilakukan secara Bersama dan serempak melalui satu alat saja yang disebut multimedia. Contoh: dewasa ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected motion media, namun dapat meramu semua jenis media yang bersifat interaktif.
Media Pembelajaran Digital Writing
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di era globalisasi semakin masif. Kehidupan masyarakat khususnya pelajar tidak dapat dipisahkan lagi dengan segala produk TIK. Pemanfaatan TIK bagaikan dua mata pisau yang dapat memberikan manfaat dan dampak buruk. TIK akan memberikan dampak negatif apabila tidak bijak dalam penggunaannya. Namun, TIK akan mendatangkan berbagai manfaat yang jauh lebih besar apabila digunakan dengan bijak. Sisi positifnya adalah dengan teknologi digital, peserta didik dapat mengasah kemampuan kognitif, wawasan, dan nilai sosial.
Kemampuan TIK yang pesat harus berbanding lurus dengan kemampuan masyarakat dalam menggunakannya untuk membantu setiap sendi kehidupan. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki peserta didik di era digital adalah digital writing atau menulis di media digital sama halnya dengan kompetensi menulis pada umumnya, hanya saja medianya menggunakan media digital. Menulis merupakan kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan secara tertulis kepada pihak lain. Aktivitas menulis melibatkan unsur penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulisan (konten), saluran atau media tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan (Yunus dkk., 2008:129).
Digital writing erat kaitannya dengan literasi digital. Literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital atau alat-alat komunikasi dalam menemukan, membuat informasi, mengevaluasi, menggunakan, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari (Nasrullah dkk., 2017:3). Ruang komunikasi menjadi terbuka, artinya hanya ada selaput tipis antara ruang privat dan ruag public. Interaksi massif di media sosial menjadikan warga dapat mengembangkan gagasan dan ide-ide kreatifnya di ranag media digital.
Literasi digital meliputi ketertarikan, sikap, dan kemampuan peserta didik dalam penggunaan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses, mengelola, mengintegrasikan, meganalisis dan mengevaluasi informasi yang didapatkan dan menuangkannya dalam media digital. Contohnya akun media sosial dan situs daring untuk tujuan tertentu seperti menulis esai, ulasa, refleksi diri, pengalaman bahkan pemasaran produk. Dimensi literasi digital dan penggunaan perangkat digital ada 5, yaitu: (1) doing atau melakukan seperti halnya berbagi gambar dengan teman dan mencari info tempat untuk makan secara daring; (2) meaning atau representasi seperti membaca artikel di suatu situs dan mengunggah kontek di sosial media; (3) relating atau interaksi seperti halnya menulis fiksi penggemmar, mengomentari konten di Blog, dan berkolaborasi menulis sebuah artikel di wikis; (4) thinking atau berpikir melalui kegiatan partisipasi aktif dalam diskusi daring; (5) being atau menyajikan identitas diri di media sosial dan aktualisasi di komunitas daring (Hafner, 2015:2)
Aktivitas Belajar
Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam proses belajar kedua aktivitas itu harus saling berkaitan. Lebih lanjut lagi Piaget menerangkan dalam buku Sardiman bahwa jika seorang anak befikir tanpa berbuat sesuatu, berarti anak itu tidak berfikir (Sardiman, 2011:100).
Menurut Nasution (2000:89), aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat jasmani ataupun rohani. Dalam proses pembelajaran, kedua aktivas tersebut harus selalu terkait. Seorang peserta didik akan berfikir selama dia berbuat, tanpa berbuat sesuatu, berarti peserta didik itu tidak berfikir. Oleh karena itu agar peserta didik aktif berfikir maka peserta didik harus diberi kesempatan untuk berbuat atau beraktivitas.
Diedrich (dalam Nasution, 2000:91) membuat suatu daftar yang berisi tentang macam kegiatan peserta didik yang dapat digolongkan sebagai berikut:
Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya: membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
Listening Activities, seperti mendengarkan penjelasan, percakapan, diskusi, music, pidato.
Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin
Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram, pola.
Motor activities, seperti melakukan percobaan, melakukan konstruksi, model, mereparasi, bermain.
Mental activities, misalnya menggali, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
Emotional activities, misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Hasil belajar tidak hanya ditentukan oleh aktivitas peserta didik tetapi aktivitas guru sangat diperlukan untuk merencanakan kegiatan peserta didik yang bervariasi, sehingga kondisi pembelajaran akan lebih dinamis dan tidak membosankan (Depdiknas 2004).
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
Strategi Pemecahan Masalah
Permasalahan pembelajaran yang ada adalah kurang aktifnya peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. Selain itu, rendahnya kompetensi peserta didik yang ditunkukkan dengan nilai, terutama dalam keterampilan menulis. Oleh karena itu guru berusaha mencari alternatif pembelajaran yang mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga peserta didik antusias mengikuti pelajaran dan hasil belajar dapat meningkat. Diharapkan seluruh peserta didik mampu mencapai nilai KKM terutama pada keterampilan menulis (writing) karena masih rendahnya penguasaan keterampilan menulis oleh para peserta didik. Guru akhirnya memutuskan untuk menggunakan media digital writing, karena digital merujuk pada tuntutan jaman dan dianggap media yang paling digemari oleh peserta didik. Ini dbuktikan dengan antusiasme peserta didik Ketika mencari sumber belajar dari internet terutama canva atau android note. Pembelajaran ini mengutamakan keterlibatan peserta didik dalam penggunaan media, karena peserta didik selain bisa menuangkan ide-ide nya mereka pun dapat mengguanakan kreatifitas mereka. Mereka meentukan topik tulisan secara berkelompok kemudian membuat tulisan digital sendiri. Dalam tulisan digital tersebut mereka akan menuangkan penjelasan procedure text baik manual/tip yang berhubungan dengan teknologi. Pembelajaran berbasis proyek ini berhasil meningkatkan keaktifan peserta didik dan juga meningkatkan nilai keterampilan menulis peserta didik. Peserta didik sebelumnya tidak memiliki kreatifitas untuk menulis terbantu dengan adanya digital writing (canva/ android note) ini. Selain itu kreatifitas menulis juga ditampilkan pada saat menulis prosedur teks tersebut. Kondisi ini memberi kesempatan kepada seluruh peserta didik untuk aktif dalam kegiatan ini.
Langkah-langkah Implementasi
Project Based Learning berbantuan media digital writing ini dilaksanakan pada kelas XII MIPA 6 yang terdiri dari 32 peserta didik 16 laki-laki dan 16 perempuan. Kelas dibagi kedalam kelompok yang terdiri dari 4 peserta didik untuk setiap kelompoknya. Setiap kelompok mendapat tugas untuk menulis menggunakan aplikasi digital membuat procedur teks tip/ manual bertemakan teknologi. Setiap kelompok menentukan tema/ topik yang akan mereka pilih dalam penulisan prosedur teks. Para peserta didik bebas menggunakan aplikasi apa saja yang mendukung pembuatan digital writing tersebut. Pembuatan tulisan diberi waktu 1 minggu . kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik dalam penyusunan proyek ini adalah:
Membentuk kelompok yang terdiri dari 4 orang.
Dalam bimbingan guru, peserta didik mencari informasi mengenai fungsi sosial, struktur teks dan unsur kebahasaan yang digunakan dalam prosedur teks
Membahas dan berdiskusi untuk menentukan tema/topik yang akan diangkat untuk penulisan procedure text.
Peserta didik menyusun rencana akan menggunakan aplikasi apa untuk penulisan procedure text.
Peserta didik mengumpulkan bahan-bahan yang akan disusun menjadi teks prosedur dalam bentuk tulisan digital.
Menyusun teks prosedur yang sudah dikonsep.
Mempublikasikan hasil tulisan digital yang sudah diselesaikan selama 1 minggu ke dalam google classroom.
Hasil yang dicapai
Hasil Penilaian Sikap Peserta Didik
No
Nama Peserta Didik
Sikap
Skor Rata-rata
Peduli
Jujur berkarya
Tanggung Jawab
Toleran
Kerja sama
Proaktif
Kreatif
1
PD 1
3
4
3
3
4
4
3
3,43
2
PD 2
3
3
3
3
3
3
3
3,00
3
PD 3
3
4
3
3
3
3
3
3,14
4
PD 4
4
4
3
3
3
3
3
3,29
5
PD 5
3
3
4
3
4
4
4
3,57
6
PD 6
3
3
4
3
3
3
3
3,14
7
PD 7
3
3
3
3
3
3
3
3,00
8
PD 8
3
3
3
3
3
3
3
3,00
9
PD 9
4
3
4
3
3
3
3
3,29
10
PD 10
3
3
3
4
3
3
3
3,14
11
PD 11
3
4
3
3
3
3
3
3,14
12
PD 12
4
4
3
4
4
4
4
3,86
13
PD 13
4
3
3
3
3
3
3
3,14
14
PD 14
3
3
4
3
3
3
3
3,14
15
PD 15
3
3
3
4
3
3
3
3,14
16
PD 16
3
4
3
4
3
3
3
3,29
17
PD 17
3
3
3
3
3
3
3
3,00
18
PD 18
4
3
4
3
3
3
3
3,29
19
PD 19
3
3
3
4
3
3
3
3,14
20
PD 20
3
3
4
3
4
4
3
3,43
21
PD 21
3
3
3
3
3
3
3
3,00
22
PD 22
3
4
3
3
3
3
3
3,14
23
PD 23
3
3
3
3
3
3
3
3,00
24
PD 24
3
3
4
3
3
3
3
3,14
25
PD 25
3
3
3
4
3
3
3
3,14
26
PD 26
3
3
4
3
4
4
3
3,43
27
PD 27
3
3
3
4
3
3
3
3,14
28
PD 28
3
3
3
3
3
3
3
3,00
29
PD 29
3
3
3
3
3
3
3
3,00
30
PD 30
4
3
3
3
4
4
4
3,57
31
PD 31
3
4
3
4
3
3
3
3,29
32
PD 32
3
3
4
3
3
3
3
3,14
Tabel 1 Nilai Sikap
Dari hasil penilaian sikap terdapat peningkatan aktifitas peserta didi yang berupa sikap peduli, jujur berkarya, tanggung jawab, toleran, Kerjasama, proaktif dan kreatif. Nilai sikap rata-rata sudah menunjukkan hasil baik dengan rata-rata nilai sikap sebesar 3,205
Hasil Penilaian Sikap selama kegiatan Diskusi
Lembar Penilaian Sikap – Observasi pada kegaiatan Diskusi
Sikap peserta didik selama kegiatan diskusi sudah menunjukkan peningkatan, hanya 5 orang yang mendapat nilai cukup pada aspek Kerjasama, 10 peserta didik yang mendapat predikat cukup pada aspek rasa ingin tahu, 3 orang berpredikat cukup pada aspek santun dan 2 orang berpredikat cukup pada aspek komunikatif. Peserta didik yang lain mendapatkan predikat baik dan sangat baik.
Hasil Capaian Kompetensi Menulis (writing)
No
NIS
Nama Siswa
KKM
Text Organization
Sentence Formation
Grammar
Digital media selection and deadline
Nilai Akhir
1
PD 1
75
85
87
88
89
87,25
2
PD 2
75
86
88
87
90
87,75
3
PD 3
75
84
85
86
88
85,75
4
PD 4
75
85
85
85
85
85
5
PD 5
75
84
85
87
90
86,5
6
PD 6
75
83
85
86
88
85,5
7
PD 7
75
87
88
85
87
86,75
8
PD 8
75
87
85
85
88
86,25
9
PD 9
75
83
84
85
85
84,25
10
PD 10
75
85
85
85
85
85
11
PD 11
75
86
87
86
87
86,5
12
PD 12
75
85
87
88
89
87,25
13
PD 13
75
86
88
87
90
87,25
14
PD 14
75
84
85
86
88
85,75
15
PD 15
75
85
85
85
85
85
16
PD 16
75
84
85
87
90
86,5
17
PD 17
75
83
85
86
88
85,5
18
PD 18
75
87
88
85
87
86,75
19
PD 19
75
87
85
85
88
86,25
20
PD 20
75
83
84
85
85
84,25
21
PD 21
75
85
85
85
85
85
22
PD 22
75
86
87
86
87
86,5
23
PD 23
75
86
86
86
86
86
24
PD 24
75
87
87
87
87
87
25
PD 25
75
89
88
88
90
88,75
26
PD 26
75
84
85
86
88
85,75
27
PD 27
75
85
85
85
85
85
28
PD 28
75
84
85
87
90
86,5
29
PD 29
75
83
85
86
88
85,5
30
PD 30
75
87
88
85
87
86,75
31
PD 31
75
87
85
85
88
86,25
32
PD 32
75
88
88
89
90
88,75
Tabel 3 Nilai Writing
Pencapaian nilai keterampilan menulis (writing) sudah mencapai KKM untuk seluruh peserta didik atau tuntas 100% dengan nilai rata-rata 83,5. Nilai terendah yang dicapai adalah 84,25 sedangkan nilai tertinggi adalah 88,75. Hal ini menunjukkan bahwa ada peningkatan nilai dengan menggunakan projectbased learning berbantuan media digital pada materi procedure text.
Faktor-faktor Pendukung
Kegiatan pembelajaran ini mempunyai sisi pendukung maupun penghambat. Kegiatan pembelajaran ini bisa berjalan lancar karena didukung oleh beberapa faktor antara lain:
Tersedianya perangkat Teknologi Informasi yang bisa digunakan oleh peserta didik baik milik peserta didik sendiri maupun sekolah.
Keaktifan peserta didik dalam melaksanakan tugas kelompok.
Kekompakan peserta didik dalam kelompok belajar yang sudah dibentuk dalam menyelesaikan tugas.
Ketersediaan sumber belajar yang berupa buku dan internet.
Guru yang selalu mendampingi proses penyelesaian tugas baik di kelas.
Faktor-faktor Penghambat
Sedangkan faktor penghambat yang melemahkan kegiatan pembelajaran ini antara lain:
Beberapa orangtua peserta didik yang kurang memberi dukungan waktu untuk penyelesaian tugas kelompok di rumah.
Beberapa peserta didik tidak memiliki perangkat teknologi Informasi sendiri sehingga bergantung pada peserta didik lain.
Kurang percaya diri peserta didik sehingga kurang maksimal dalam penulisan Bahasa Inggris.
Kedisiplinan peserta didik dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang diberikan.
Dampak
Kegiatan pembelajaran ini memberikan warna baru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Peserta didik menjadi lebih aktif karena mereka harus berkomunikasi dalam kelompoknya, selain itu peserta didik juga harus mampu menuangkan ide untuk menulis. Rasa tidak percaya diri pada peserta didik dapat dikurangi karena peserta didik dapat menuangkan kreatifitas mereka yang jarang dikeluarkan dengan media digital (canva, android note, IG). Project Based Learning dengan media digital writing menjadi kegiatan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan serta meningkatkan keaktifan, kreatifitas dan juga kompetensi keterampilan menulis.
Project Based Learning dengan media digital writing bisa digunakan juga umtuk materi dan mata pelajaran lain, karena media digital adalah media yang sangat digemari oleh peserta didik.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Rendahnya capaian hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Bahasa Inggris membutuhkan perhatian khusus dari para guru yang mengajar. Diperlukan adanya inovasi pembelajaran yang membuat pembelajaran menjadi menyenangkan untuk para peserta didik. Project Based Learning menjadi salah satu model yang bisa dipilih. Pada pembelajaran ini Project Based Learning menggunakan media digital writing (canva, IG, android note). Peserta didik dilibatkan aktif dalam pembelajaran karena seluruh peserta didik harus membuat tulisan tentang procedure text mengenai tip atau manual teknologi.
Hasil yang dicapai sudah sesuai harapan yaitu rata-rata untuk nilai sikap BAIK dan nilai keterampilan menulis diatas KKM. Dalam pembelajaran ini ketuntasan peserta didik dalam keterampilan menulis adalah 100%. Dengan nilai terendah 84,25 dan nilai tertinggi 88,75. Dengan kata lain Project Based Learning berbantuan media digital writing (cavna, IG, Android note) mampu meningkatkan aktifitas belajar para peserta didik dan Project Based Learning berbantuan media digital writing (cavna, IG, Android note) mampu meningkatkan keterampilan menulis para peserta didik kelas XII MIPA 6 SMA Telkom Bandung semester 1 tahun pelajaran 2022/2023.
Saran
Guru harus selalu berinovasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga diperoleh hasil belajar yang baik. Saat ini para guru harus bisa memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komputer untuk menunjang kegiatan pembelajaran karena saat ini peserta didik lebih tertarik dengan media digital sesuai dengan kodrat mereka yaitu remaja. Selain itu, media ini juga lebih mudah digunakan dan bisa digunakan dimana saja.
DAFTAR PUSTAKA
A.M. Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali.
Arsyad, Azhar. 2003, Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Daryanto. 2017. Pembelajaran Abad 21, Cetakan I. Yogyakarta: Gava Media.
Fathurohman, Muhamad 2015. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Cetakan I. Yogyakarta:Ar-Ruzz Media.
Nasution, S. 1997. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Nunan, David. 1989. Designing Task for the for the Communicative Classroom. Cambridge: Cambridge University Press.
Penelitian ini merupakan penelitian yang menerapkan pendekatan observasi dan angket untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Telkom Bandung. Sampel yang terpilih adalah kelas X IPA 4 dan X IPS 3. Sumber data yang digunakan berupa analisis berbahasa siswa dan angket. Teknik pengumpulan data digunakan dengan teknik simak bebas, teknik catat, Teknik pengumpulan data dan angket. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah ditemukannya bentuk campur kode: (1) campur kode dengan bahasa Sunda (2) campur kode dengan bahasa Jawa.
Kata Kunci: kemampuan berbicara, campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia
Di dalam proses belajar mengajar guru dan peserta didik tidak akan terlepas dari kegiatan berbicara dan berbahasa. Tentunya dalam proses tersebut komunikasi akan terjalin bila menggunakan bahasa yang sama-sama dipahami. Maszein, (2019) mengemukakan bahwa pada umumnya Interaksi kelas yang dilakukan menggunakan bahasa utama yaitu bahasa Indonesia, bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi merupakan bahasa pengantar resmi lembaga-lembaga pendidikan. Seharusnya dalam proses belajar-mengajar bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, tapi pada kenyataannya tidak semua percakapan dalam proses pembelajaran khususnya bahasa Indonesia menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Penggunan bahasa Indonesia dalam perkembangannya mulai mengalami penurunan. Dalam situasi formal, mereka menggunakan bahasa yang digunakan dalam situasi tidak formal bahkan menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari maupun sebaliknya. Oleh karena itu, penggunaan bahasa di lingkungan pendidikan tidak terlepas dari pemakaian bahasa yang bervariasi dan akibatnya timbullah percampuran bahasa yang dilakukan entah disadari atau tidak.
Pada proses belajar mengajar tentu dilaksanakan dalam kondisi formal, khusunya untuk pembelajaran bahasa Indonesia. Perlu diketahui juga bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan untuk membuat peserta didik mengalami perubahan dan memperoleh kecakapan dari hal yang dipelajari. Hal yang telah dipelajari peserta didik secara formal di sekolah tentu harus bisa dijadikan sebuah bekal untuk peserta didik tersebut menjalani kehidupan, khusunya dalam mengembangkan kemampuan berbahasanya.
Pada pembelajaran bahasa Indonesia, tentu peserta didik diharuskan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal tersebut bertujuan untuk melatih dan membiasakan peserta didik untuk berbahasa yang baik dan sesuai aturan. Namun hal tersebut tidak semudah yang diharapkan oleh guru dan juga peserta didik dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut.
Faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode (Suwito, 1996: 77) dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) identifikasi peranan (ingin menjelaskan sesuatu/ maksud tertentu); (2) identifikasi ragam (karena situasi/yang ditentukan oleh bahasa di mana seorang penutur melakukan campur kode yang akan menempatkan dia dalam hierarki status sosialnya); dan (3) keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan (ingin menjalin keakraban penutur dan lawan tutur/menandai sikap dan hubungannya terhadap orang lain dan sikap serta hubungan orang lain terhadapnya). Salah satu faktor yang paling menonjol dan sangat mempengaruhi proses berbahasa peserta didik adalah faktor lingkungan atau sosial. Selain itu, dengan adanya kontak bahasa di kelas muncul pula gejala alih kode dan campur kode pada penuturnya. Kedua gejala kebahasaan tersebut (alih kode dan campur kode) mengacu pada peristiwa di mana pada saat berbicara, seorang penutur memasukkan unsur-unsur bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang digunakannya.
Selain dari itu, masih berkiatan dengan campur kode, kode secara khusus menurut Kridalaksana (2011: 127) dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) lambang atau sistem ungkapan yang dipakai dalam menggambarkan makna tertentu, dan bahasa manusia adalah sejenis kode; (2) sistem bahasa dalam suatu masyarakat; dan (3) variasi tertentu dalam bahasa. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa kode mengacu pada bahasa dan setiap variasi bahasa. Kode merupakan varian yang nyata dipakai. Dengan kata lain, kode adalah bagian dari sebuah tuturan bahasa.
Sedangkan Campur kode menurut Subyakto (dalam Suwandi; 2010: 87) mengungkapkan bahwa campur kode adalah penggunaan dua bahasa atau lebih atau ragam bahasa secara santai antara orang-orang yang kita kenal dengan akrab. Dalam situasi berbahasa yang informal ini, dapat dengan bebas mencampur kode (bahasa atau ragam bahasa), khususnya apabila ada istilah-istilah yang tidak dapat diungkapkan dalam bahasa lain. Lebih lanjut, Saddhono (2012: 75) menjelaskan campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Dalam hal ini penutur menyelipkan unsur-unsur bahasa lain ketika sedang memakai bahasa tertentu.
Ada pun unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalam intern ekstern intern ekstern, Suwito (1985: 78) membedakan campur kode menjadi beberapa macam, yakni: (1) penyisipan unsur yang berwujud kata; (2) penyisipan unsur yang berwujud frasa; (3) penyisipan unsur yang berwujud baster; (4) penyisipan unsur yang berwujud perulangan kata; (5) penyisipan unsur yang berwujud ungkapan/ idiom; dan (6) penyisipan unsur yang berwujud klausa.
Ruhyadi (2014) mengemukakan bahwa individu yang terlibat dalam tindak komunikasi paling tidak menguasai lebih dari satu bahasa, contohya bahasa daerah (bahasa Jawa, Bali, Lombok), bahasa pertama (bahasa Indonesia), dan bahasa asing (Inggris, Arab, Jepang). Maka tidak akan aneh bila seorang individu berbicara dengan memiliki banyak dialek dan kekhasan bahasa.
Di sisi lain, Maszein, (2019) mengemukakan bahwa penggunaan bahasa di lingkungan pendidikan tidak akan terlepas dari pengguanaan bahasa yang bervariasi dan akan menimbulkan percampuran bahasa yang dilakukan entah disadari atau tidak. Misalnya seorang peserta didik berasal dari ras atau suku Sunda, dengan tidak sengaja berbicara bahasa Indonesia dengan menuturkan kata dalam bahasa Sunda atau menggunakan dialek khas Sunda sehingga mempengaruhi bahasa Indonesia. Penggabungan kedua bahasa tersebut tentunya tidak dibenarkan karena tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Karena setiap bahasa memiliki aturan dan komposisinya masing-masing. Sehingga tidak dapat digabungkan begitu saja. Di sisi lain, Gorys Keraf, (1984) mengemukakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat, berupa lambang bunyi suara, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Artinya bahasa yang dikeluarkan oleh seorang penutur akan diserap oleh lawan biacaranya. Apabila dalam kondisi formal yang seharusnya menggunakan bahasa sesuai aturan tentu hal tersebut tidak boleh dibiarkan karena orang akan menganggap hal itu biasa dan tidak jadi masalah.
Kebiasan mencampur atau menggabungkan bahasa sudah terjadi sejak anak berusia diri. Kebiasaan tersebut pun lahir dari lingkungan yang dekat, yaitu keluarga. Lingkungan ini, merupakan lingkungan paling dekat dan pertama yang memperkenalkan bahasa terhadap anak. Terutama seorang ibu, karena ibu adalah orang pertama dan paling dekat dalam proses memperkenalkan bahasa pada anak. Pernyataan ini disampaikan oleh Mace, 1998 (Jim Anderson, Ann Anderson & Assadullah Sadiq, 2016); In terms of family literacy, mothers have typically been seen as a conduit for children’s literacy development. (Dalam hal literasi keluarga, ibu biasanya dilihat sebagai saluran untuk perkembangan literasi anak.) Maka dari itu, perlu ada pembangun kesadaran berbahasa pada setiap keluarga di lingkungan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Campur Kode dalam Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Peserta didik Kelas X SMA Telkom Bandung”.
Berdasarkan latar belakang tersebut yang menjadi pernyataan masalah dalam penelitian ini adalah ketika seorang pembelajar mengetahui bahwa setiap memiliki kekhasan yang berbeda, namun masih saja menggunakan bahasa dengan menggabungkannya dengan bahasa lain dikarenakan adanya faktor terbiasa dan sudah dipergunakan sehar-hari. Akibatnya kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dengan baik dan sejajar dengan satu bahasa dalam kondisi tertentu (formal) menjadi sulit.
Dalam penelitian ini, penulis mempunyai tujuan yang hendak dicapai, yaitu:
untuk mengetahui keberhasilan penulis melaksanakan penelitian campur kode dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia pada peserta didik kelas X SMA Telkom Bandung;
untuk mengetahui kemampuan penggunaan bahasa peserta didik kelas X SMA Telkom Bandung dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia;
Penelitian yang dilakukan tentu harus memiliki kegunaan atau manfaat baik bagi peneliti maupun objek yang ditelitinya. Kegunaan atau Manfaat yang terdapat pada penelitian ini sebagai berikut.
Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini secara teoretis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan tentang campur kodedalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.
Manfaat Praktis
Bagi Penulis
Penelitian ini dapat dijadikan pengalaman berharga dan saran upaya meningkatkan kemampuan penulis dalam melaksanakan praktik penelitian mengenai campur kode dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.
Bagi Guru Bahasa Indonesia
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif dalam meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik yang berkaitan dengan campur kode. Penelitian ini pun dapat digunakan sebagai gambaran untuk memahami sejauh mana kemampuan berbahasa peserta didik kelas X.
Bagi Peneliti Lanjutan
Dengan adanya penelitian ini, manfaat lanjutannya adalah dapat menjadi acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
Bagi Lembaga
Hasil penelitian ini diharapkan mampu membantu sekolah atau Lembaga lain dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran dan meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik.
Dalam KBBI menyebutkan bahwa bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Artinya bahasa merupakan alat yang lekat dengan kehidupan manusia dan selalu dipergunakan dalam setiap aspek kehidupan. Namun di samping dari fungsinya, masih banyak orang yang menggunakan bahasa dengan tidak memperhatikan struktur atau ketepatan penggunaannya. Banyak hal yang menjadai faktor kesalahan dalam berbahasa salah satunya adalah dengan adanya pengaruh dari bahasa asing, bahasa ibu, atau bahasa daerah. Kesalahan berbahsa tersebut dikenal dengan campur kode.
Campur kode merupakan tindakan menggabungkan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah. Dalam pengertian tersebut Davies juga memberi simpulan bahwa fenomena terjadinya campur kode mencakup penggunaan bahasa dalam percakapan tunggal, pertukaran ataupun ucapan (Davies dalam Roudane, 2005).
Campur kode dibagi menjadi dua (Azhar, dkk, 2011 dalam Maszein, dkk 2019 ) di antaranya: (1) Campur kode ke dalam (Inner CodeMixing), yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya. Misalnya, berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa, kemudian dicampur dengan bahasa daerah. (2) Campur kode ke luar (Outer Code-Mixing) yaitu campur kode yang berasal dari bahasa asing. Misalnya, berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa asing. Menurut Widyaningtyas (2018) faktor penyebab terjadinya campur kode adalah tidak adanya padanan kata yang tepat. Hal tersebut mungkin saja terjadi karena belum adanya padanan kata yang sesuai. Namun, lain halnya dengan kata yang padanannya sudah sesuai. Berdasarkan dua jenis campur code tersebut campur kode dalam (Inner CodeMixing) merupakan ragam yang paling sering dipergunakan oleh remaja atau peserta didik SMA.
Di samping itu Suwito (dalam Hestiyana, 2013: 40) menambahkan bahwa di dalam campur kode terdapat ciri-ciri ketergantungan yang ditandai oleh adanya hubungan timbale balik antara peranan dan fungsi kebahasaan. Peranan maksudnya siapa yang menggunakan bahasa itu, sedangkan fungsi kebahasaan berarti apa yang hendak dicapai penutur dengan tuturannya. Dari beberapa pendapat para ahli yang telah disebutkan, maka dapat ditarik simpulan bahwa campur kode merupakan perstiwa mencampur dua kode secara bersama-sama dalam suatu tindak bahasa yang dilakukan onleh penutur maupun lawan tutur.
Jenis penelitian yang akan diterapkan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Indrawan dan Yaniawati, (2017) merupakan pendekatan yang berfokus pada satu variable atau satu objek penelitian dengan meraih sebuah kedalaman dari proses penelitian. Di samping itu Sugiyono (2012:9) yang berpendapat bahwa metode penelitian kualitatif berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah.
Pada Peneliti ini, peneliti akan menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif bersifat mendeskripsikan, memaparkan dan menganalisis data. Data yang diperoleh yaitu dari hasil kemampuan berbicara peserta didik apakah menggunakan campur kode atau tidak sama sekali.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif maka dari itu, peneliti membutuhkan teori yang mendukung agar dapat melakukan penelitian sesuai dengan harapan.
Sumber data yang dipilih adalah sumber data yang sesuai dengan masalah penelitian yaitucampur kode dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia. Sumber data yang akan diuraikan adalah data campur kode yang dilontarkan oleh peserta didik dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia. Karya tersebut dijadikan data sebagai kemampuan peserta didik dalam berbicara.
Data merupakan suatu hal yang pasti akan ada di dalam sebuah penelitian. Tanpa adanya sebuah data, peneliti tidak dapat membuktikan hasil penelitiannya. Agar data dapat terkumpul secara sistematis, peneliti pun akan menggunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut.
Telaah pustaka merupakan proses menelaah buku-buku untuk memperoleh mengenai materi serta teori-teori yang relevan dan berhubungan dengan campur kode. Selain dari itu peneliti pun menelaah buku lainnya yang berhubungan erat dengan masalah yang sedang diteliti.
Dalam penelitian ini penulis melakukan uji coba untuk menguji kemampuan peserta didik dalam menentukan berbahasa.
Teknik tes digunakan untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam dalam menentukan kemampuan berbicara peserta didik di dalam kelas.
Teknik Analisis. Penulis menggunakan teknik analisis dengan cara menguji data yang terkumpul. Hal ini dilakukan dengan memperoleh hasil yang akurat dan digunakan untuk menganalisis kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik dalam menggunakan bahasa di dalam kelas.
Teknik angket digunakan untuk mendapatkan tanggapan dari peserta didik tentang penggunaan bahasa dan campur kode.
Instumen yang dipergunakan pada penelitian ini adalah human instrument. Sugiyono (2012) mengemukakan bahwa instrument tersebut berfungsi menetapkan focus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas semuanya.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulakn bahwa dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti. Setelah memperoleh hasil yang jelas dari penelitian, peneliti pun dapat mengembangkannya menjadi sebuah instrument penelitian yang sederhana.
Agar penelitian dapat dilaksanakan secara sistematis, peneliti pun merumuskan instrument yang akan dipergunakan sebagai berikut.
Pedoman Kajian
Pedoman kajian yang digunakan dalam pengumpulan data ini tertuju pada deskripsi yang berbentuk dan table yang akan diberikan kepada peserta didik dan angket yang akan diisi peserta didik melalui google form. Tabel tersebut akan dipergunakan untuk menampung sejumnlah kata yang ada di dalam menggunakan campur kode. Pedoman kajian tersebut dapat digambarkan dalam table berikut.
Table 1.1
Daftar Data Analisis Penggunaan Campur Kode
No
Nama
Tuturan yang Mengandung Campur Kode
1
2
3
Pedoman Angket
No.
Aspek yang Diobservasi
Ya
Tidak
1.
Bahasa apa yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari?
Berkaitan dengan analisis data (Spradley, 1980 dalam Sugiyono, 2012) mengemukakan “Analysis of any kind involve a way of thinking. It refers to the systematic examination of something to determine its parts, the relation among parts, and the relationship to the whole. Analysis is a search for patterns.” Maksud dalam kutipan tersebut menyebutkan bahwa analisis dalam sebuah penelitian apapun merupakan cara berpikir. Hal tersebut berkaitan dengan pengujian secara sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan bagian, hubungan atarbagian, dan hubungannya dengan keseluruhan. Analisis adalah untuk mencari pola.
Berdasarkan pernyataan tersebut, pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah Teknik analisis kualitatif. Pada dasarnya Teknik analisis data kualitatif ini akan memperoleh data dari berbagai sumber. Proses analisis data yang dilakukan terbatas pada Teknik pengolahan data. Setelah itu peneliti akan melakukan penafsiran dan pengolahan terhadap data yang telah diperoleh.
Analisis data pada penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut.
Mempresentasikan sesuatu yang akan menuntut peserta didik banyak bertutur.
Peserta didik akan dianalisis seberapa sering menggunakan campur kode.
Peserta didik akan ditanya apakah dia menyadari menggunakan campur kode.
Menarik kesimpulan berdasarkan hasil analisis data.
Setelah setiap tahapan dilakukan dengan sistematis, peneliti dapat menarik kesimpulan data yang diperoleh berkaitan dengan campur kode dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.
Seorang peneliti perlu menelaah kembali keabsahan data dalam sebuah penelitian. Hal tersebut bertujuan untuk menentukan bahwa penelitian tersebut benar dilaksanakan secara sistematis. Maka dari itu, demi memperoleh data yang yang absah dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan serangkaian uji data. Validasi instrumen yang dikenal dengan istilah validasi timbangan pakar (Judgment Expert). Instrumen yang divalidasi meliputi: (1) lembar analisis campur kode yang dituturkan peserta didik, (2) lembar angket.
Penelitian ini ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut.
Tahap Persiapan
Mengamati permasalahan
Menentukan judul
Mengajukan judul
Menyusun proposal
Membuat instrumen
Tahap Pengumpulan Data
Penyebaran instrument
Pengumpulan data
Tahap Pengolahan dan Analisis Data
Mengklasifikasikan data
Menganalisis dan mendeskripsikan
Penyusunan dan Penulisan Laporan hasil penelitian
Konsultasi dengan pembimbing
Menyusun laporan
Berdasarkan prosedur penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa prosedur dalam penyusunan proposal ini terdiri dari empat tahapan pokok, yaitu tahapan pertama berupa persiapan yang perlu dirancang oleh peneliti dalam mempersiapkan penelitianya yang mencakup menentukan permasalahan, menentukan judul, mengajukan judul, menyusun proposal, dan membuat instrumen. Tahapan kedua yaitu tahap pengumpulan data yang mencakup penyebaran istrumen dan pengumpulan data yang akan dibutuhkan untuk penelitian. Lalu tahap ketiga yaitu tahap pengolahan data berdasarkan data yang telah diperoleh dari tahapan kedua dengan mengklasifikasikan data, lalu data yang diperoleh dianalisis dan dideskripsikan. Terakhir tahapan keempat yaitu tahap menyusun dan menulis laporan hasil penelitian, pada tahapan ini ada dua hal yang perlu dilakukan, yaitu melakukan konsultasi dengan pembimbing dan menyusun laporan hasil penelitian.
Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 3 Juni 2021 dengan melakukan observasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas X IPA 4 dan X IPS 3 SMA Telkom Bandung. Dalam proses observasi masih banyak siswa yang kesulitan mengemukakan isi yang berkaitan dengan teks anekdot dengan menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai aturan. Adapun hasil pengamatan yang dirangkum oleh penulis adalah sebagai berikut.
M. Azka – IPA 3
Berdasarkan teks anekdot tersebut, jadi yang dikritik adalah pejabat. Isi kritikanya teh kalau mau jadi anggota DPR harus tidur.
Nandita – IPA 3
Jadi yah partisipan yang ada di dalam teks anekdot yang berjudul Dosen yang Juga Menjadi Pejabat tadi itu the ada dosen dan mahasiswa
Hisyam – IPA 4
Jadi ya Bu, unsur humornya mah kurang terlihat, kritikannya itu the buat pejabat yang takut kehilangan jabatannya atau gak mau diganti.
Siska- IPA 4
Tadi teh pertanyaannya apa masalah yang dibahas ya Bu?
Berdasarkan tabel tersebut menunjukan dua peristiwa campur kode yang dilakukan oleh siswa pada saat mengemukakan isi teks. Berdasarkan gambaran empat peristiwa tersebut tergambar bahwa siswa yang bersuku Sunda lebih banyak menyebutrkan teh dan mah. Sedangkan siswa lain yang yang bersuku Jawa terlihat hanya dari dialeknya ketika berbicara. Dan untuk suku lainnya tidak memperlihatkkan tindakan campur kode.
Berdasarkan hasil observasi tersebut pengamat pun berupaya mengumpulkan data dengan cara menyebar angket yang berkaitan dengan penggunaan campur kode. Pertama, pengamat meberikan pertanyaan yang berkaitan dengan suku bangsa siswa, untuk mengetahui latar belakang bahasa lain yang mungkin dipergunakan. Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 83,3% mayoritas siswa yang ada di kelas tersebut memiliki latar belakang bersuku sunda, 26,2% suku Jawa, 4,8% suku Batak, dan lainnya 4,8%. Berikut adalah data lain yang diperoleh berdasarkan hasil angket berkaitan dengan campur kode.
Dari grafik tersebut terlihat bahwa 85,7% siswa lebih sering menggunakan campur kode di kehidupan sehari-harinya. Sedangkan 11,9% menggunakan bahasa Indonesia. Dari data tersebut menunjukan bahwa siswa lebih mudah berkomunikasi menggunakan campur kode sehingga kebiasaan tersebut terbawa ke dalam kondisi atau keadaan tertentu seperti dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia.
Selain dari itu, dari grafik tersebut menunjukan bahwa kebiasaan menggunakan campur kode bukanlah hal yang asing bagi siswa. Sebanyak 76,2% menunjukan bahwa siswa sudah menggunakan campur kode sejak masih kecil. Dan 19% mulai menggunakan campur kode saat mulai duduk di bangku sekolah dasar. Tentunya hal tersebut terlihat seolah sudah mandarah daging karena dianggap biasa dan sudah menjadi kebiasaan.
Dari grafik tersebutpun menunjukan bahwa bahasa yang diperkenalakan kepada anak lebih banyak dipengaruhi oleh orang tua, artinya bahasa tersebut dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari anak, sehingga akan lebih sulit untuk menerapkan bahasa yang baik.
Grafik ketiga menunjukan sebanyak 92,9% siswa sering mencampurkan bahasa dalam kondisi apa pun. Dan 7,1% tidak pernah menggunakan campur kode.
5. Simpulan
Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari observasi dan hasil angket yang diberikan pada siswa menunjukan bahwa mayoritas siswa kelas X SMA Telkom sudah tidak asing dengan campur kode. Bahkan campur kode sudah dipergunakan oleh siswa sejak masih kecil. Tidak hanya itu, para siswa pun menggunakan campur kode dalam kehidupan sehari-harinya. Penggunaan campur kode dalam memang merupakan problematika yang sulit dihilangkan. Hal tersebut dikarenakan masyarakat pun tetap memgang kukuh bahasa daerah yang digunakannya. Dengan demikian campur kode sangat berpengaruh dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Hal tersebut karena campur kode bukanlah hal yang asing untuk siswa. Sehingga untuk mengatasinya guru perlu memberikan pengarahan lebih mengenai penggunaan bahasa yang baik. Agar penggunaan campur kode tidak begitu mononjol pada saat pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian, memberikan pemahaman lebih mendalam mengenai bahasa dan campur kode merupakan salah satu solusi yang dapat dilaksanakan. Hal tersebut bertujuan agar siswa dapat menggunakan sesuai dengan konteks dan keadaan sekitarnya.
Sumber
Anderson, Jim, and all team. 2016. Family Literacy Programmes and Young Children’s Language and Literacy Development: Paying Attention to Families’ Home Language. Columbia: University of British Columbia.
Depdikbud. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hestiyana. (2013). Campur Kode Bahasa Indonesia dan Bahasa Banjar Pada Status Facebook Kalangan Remaja Kota Banjarmasin.Undas Hasil Penelitian Bahasa dan Sastra, 9 (1). Banjarbaru: Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan
Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.
Maszein, Hana, Sarwiji Suwandi, dan Sumarwati. 2019. Alih Kode dan Campur Kode dalam Interaksi Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMA Negeri 7 Surakarta. BASASTRA Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. Volume 7 Nomor 2.
Rulyandi*, Muhammad Rohmadi, dan Edy Tri Sulistyo. 2014. Alih Kode dan Campur Kode dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMA. Jurnal Paedagogia, Vol. 17 No. 1.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suwandi, Sarwiji. 2010 . Serba Linguistik (Mengupas Pelbagai Praktik Bahasa). Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.
Suwito.(1996). Sosiolinguistik. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta
Widyaningtias, Risma. 2018. Alih Kode dan Campur Kode dalam Video Blogger. Eprints.undip.ac.id/63508/1/.
AN ANALYSIS OF STUDENTS INTEREST IN WRITING PROCEDURAL TEXT THROUGH COOKING ACADEMY GAME
A RESEARCH BY ANNISA DWI YANTI TITO- ENGLISH TEACHER OF TELKOM SENIOR HIGH SCHOOL
This research was aimed to find out how the condition of students interest in writing procedural text by using Cooking academy game in Telkom Senior high School. As a student learning by ICT (Information and Communication Technology) becomes a fundamental requirement in determining quality and effectiveness of learning process. This research was conducted at eleven grade students in Telkom senior high school with 34 students as a sample. This research used a qualitative descriptive method and the instruments were questionnaire and interview. Based on the result of study it was found that the condition of students interest of writing procedural text by cooking academy game is very good.
Keywords: Analysis, Writing, Cooking Academy
INTRODUCTION
English in Indonesia as a foreign language was taught in Junior high school and Senior high school with the purpose of giving opportunities to the students to access science and technology,and also to strengthen international relationship. Indonesian students should comprehend English subject in four skills. Each skill consists of many kind of concepts,including writing skill.
Writing activity is the latest skills masterd by students after listening, speaking, and reading skills (Nurgiyantoro, 2010).Writing in second language becomes more difficult task for students (Anwar & Ahmed, 2016). Due to the fact that people speak more obviously than writing in their routine life.
In k-13 curriculum, language subject is taught based on the text learning. Procedure text is one of the text that is studied. The aims of procedure text is to explain how to do or to make something clear (Kosasih, 2014). Writing is the most complicated language skills , involving a variety of other skills, including the ability to arrange thoughts and feelings using words in the form of sentences that are appropriate to the structure and rules of grammar (Akhadiah, Arsjad, & Ridwan, 2012). Most of Senior High School students problems are hard to find the theme, main idea, lack vocabularies, than combine words into a cohern paragraph.
In the era of globalization, ICT (Information and Communication Technology) becomes a fundamental requirement in determining quality and effectiveness of learning process. ICT in education refers to the use of computerbased communication that incorporates into daily classroom instructional process and teachers are seen as the key players in using ICT in their daily classroom in preparing students for the current digital era (Ghavifekr & Rosdy, 2015). Nowdays teaching learning process in Curriculum 2013 use a Scientific Approach or a science-based approach, including teaching English. Scientific approach in teaching learning is a teaching oriented to develop the student’s ability to solve the problem by using integrated inquiry activities which demand to have a critical thinking, creative, to increase the students understanding (Abidin, 2014). The five steps are observing, questioning, asociating, experimenting, and communicating.
METHOD
This research was conducted at Telkom Senior High school with 34 students. It used the descriptive qualitative method that has purpose to describe and help the reader to know what is happening in the environmwnt under observation, what is the viewpoint of participants who are in the background of the research and what kind of events or activities that occur in the researcher background (Emzir, 2012). The instruments that’s used for collecting data in this research are :
Questionnaire
Questionnaire is a data collection technique in which the participant / respondent fills in a question or statement then after completing it completely returns it to the researcher. The questionnaire to be given is a number of questions To find out students responses to the media that have been given.
Interview
Interview survey, are form on which the reseacher record to answers supplied by the participant in the study. The researcher asks a question form an interview guide, listen for the answers or observes behavior and records responses on the survey (Creswell, 2012). interviews can be conducted in a structured or unstructured manner and can be done through face-to-face or telephone use.
RESULT AND DISCUSSION
Based on the interview, it was found that students of Telkom senior high school had some difficulties in writing procedul text, it was showed from the questionnaire. First, most of them have difficulty to compose sentences in English, then, that is equal to 41% students did not know the vocabulary in English with 26 % hard to find the ideas in writing and felt bored also. The questionnaire showed that 24 Students that Cooking Academy helped them in making procedural texts, with the opinions that Cooking Academy gave a lot of new vocabulary, got a lot of and correct verb for writing procedural text, it was colourfull view made them easyly to understand with the real picture which was made not bored and learning English more fun. Most of the students said that by using this media, the activity of writing texts in English becomes more interesting and fun, it can also be used anywhere. Then as much as 41.% argue that by using the media Cooking Academy 3 The vocabulary becomes more varied and more easily poured into English text and writing becomes more interesting and enjoyable when it can also be used anytime and anywhere.
CONCLUSION
As a students writing a procedural text is a must according to the curriculum 13 language subject is taught based on the text learning, and procedure text is one of the text that is studied. In this era globalisation ICT could help learning process, and Cooking academy was categorised .
According to the researcher, questionnaire showed that most of the student had difficulties in writing procedural text,then they needed a media for helping them in learning process. Based on the interview students of Telkom senior high school interested with Cooking Academy game in writing procedural text, the questionnaire show that after doing Cooking Academy game their vocabulary became more varied and easier poured into a text and writing process became more interesting and enjoyable that could be used anytime and anywhere.
ACKNOWLEGEMENT
Alhamdulillahirrabbilalamin. All praises and thanks to Allah SWT who has granted us this ease to complete this research. With all sincerity, the authors thank to those who have helped us completing this research :
Mr. DRS. Tatang Taryana M.Pd as the head master of Telkom senior high school
Mr. H. Budi Rustandi M,pd as the vice master of Telkom senior high school
The students of Telkom senior high school
We sincerely hope that this research is useful for the readers and contributes to the education
World.
REFERENCES
Abidin, Y. (2014). Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: PT Refika Aditama.
Akhadiah, S., Arsjad, M. G., & Ridwan, S. H. (2012). Akhadiah, Sabarti dkk. 2012. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Anwar, M. N., & Ahmed, N. (2016). STUDENTS DIFFICULTIES IN LEARNING WRITING SKILLS IN SECOND LANGUAGE . Sci.Int., 735-739.
Creswell, j. (2012). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ghavifekr, S., & Rosdy, W. A. (2015). Teaching and Learning with Technology: Effectiveness of ICT Integration. IJRES, 176-191.
DILEMATIS MENJADI SEORANG PELAJAR DAN SEORANG JUARA
oleh: Restiana Nurfaridah, S.Pd ( Guru BK SMA Telkom Bandung)
Berprestasi dalam bidang akademik merupakan hal yang diinginkan oleh setiap pelajar, namun bagaimana dengan prestasi non akademik? tidak semua pelajar menginginkannya, padahal di sisi lain berprestasi di bidang non-akademik akan memberikan banyak pengalaman berharga untuk dirinya. Saat ini sudah banyak para pelajar yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah Atas yang menjadi atlet professional, ataupun youTuber pro, content creator dan sebagainya. Mengapa bisa? jawabannya adalah keinginan untuk berprestasi. Siapa sih yang tidak mau berprestasi? pasti semua orang ingin. Begitupun para juara yang bisa mendapatkan berbagai macam prestasi baik tingkat daerah, nasional maupun internasional. Lalu bagaimana dengan tanggung jawab mereka sebagai seorang pelajar, pastinya mereka sudah mengetahui konsekuensi dan tanggung jawab apa yang dibebani kepada mereka sehingga mereka akan bekerja lebih ekstra dibanding pada pelajar lainnya. Namun jangan disangka menjadi mereka itu mudah loh, membagi waktu, menghilangkan rasa malas, menyeimbangkan keinginan berprestasi di akademik dan non akademik itu merupakan hal yang sulit untuk mereka.
Sekolah sebagai wadah untuk menimba ilmu, di lain sisi pun banyak memberikan kesempatan kepada para siswanya untuk berkembang di bidang non-akademik. SMA Telkom Bandung memfasilitasi banyak ekstrakulikuler yang nantinya akan menghasilkan para juara untuk mengharumkan nama sekolah, daerah bahkan negara. Namun ada satu hal yang sangat penting ketika menjadi seorang pelajar yang ingin berprestasi di bidang non-akademik, apa itu? Motivasi belajar. Banyak para juara yang terkadang menyampingkan urusan belajar, padahal belajar sendiri bukan hanya mencari ilmu pengetahu seperti matemtika, fisika, geografi, ekonomi dan lainnya. Belajar juga mencari ilmu-ilmu pengetahuan yang dapat diaplikasikan kedalam kehidupan nyata. Asalkan kita dapat membagi waktu, menentukan prioritas, pasti kita akan mudah untuk mendapatkan yang terbaik.
So, siapa disini yang masih mempunyai mimpi untuk menjadi seorang atlet professional, youTuber terkenal atau yang lainnya. Bermimpilah setinggi-tingginya, jangan lupa berusaha sekuat-kuatnya, pasti kalian akan mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya.