Categories
Tak Berkategori

Media Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi Dalam Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa SMA Telkom Bandung

Oleh: Ranti Bodedar, S.Sn

Media Pembelajaran merupakan Alat atau perantara yang digunakan guru dalam berinteraksi dengan peserta didiknya dalam proses belajar.

Seiring perkembangan zaman saat ini Media pembelajaran berbasis teknologi merupakan alat yang efektif untuk digunakan dalam proses pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi

Berbagai kalangan meyakini bahwa manfaat Teknologi sebagai media dalam proses pembelajaran sangatlah besar. Teknologi dianggap mampu menjadikan pembelajaran lebih efektif, efisien, dan meningkat- kan kualitas hasil pembelajaran. Teknologi sebagai media pembelajaran juga mampu memberikan siswa pengalaman yang banyak dan variatif

Media pembelajaran elektronik bermanfaat untuk melengkapi, memelihara dan bahkan meningkatkan kualitas dan proses pembelajaran yang sedang berlangsung, sehingga akan meningkatkan kualitas pembelajaran, meningkatkan aktivitas peserta didik dan meningkatkan motivasi belajar.

SMA Telkom khususnya mata pelajaran Seni Budaya menggunakan Teknologi sebagai media pembelajaran agar siswa dapat lebih mudah memahami materi dari guru, salah satunya dengan menggunakan YouTube sebagai perantaran penyampaian informasi, interaksi langsung dan dapat melihat secara jelas isi dalam video tersebut.

Media Pembelajaran adalah alat bantu yang digunakan untuk memperagakan fakta, konsep, prinsip atau prosedur tertentu agar tampak lebih nyata/konkrit. Alat -alat bantu itu dimaksudkan untuk memberikan pengalaman lebih konkrit, memotivasi serta meningkatkan daya serap dan daya ingat siswa dalam balajar. Media dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses belajar. Proses pembelajaran menjadi lebih menarik apabila menggunakan media yang tepat sehingga siswa termotifasi untuk mencintai ilmu pengetahuan yang sedang dipelajarinya. Seorang guru dapat efektif dan efisien dalam menyajikankan materi pelajaran apabila dapat memanfaatkan media secara baik dan tepat. (Nursamsu, 2017). Menurut Cecep Kustandi dan Bambang Sutjipto (2013: 8), media pendidikan adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar dan berfungsi untuk memperjelas makna pesan yang disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik dan sempurna. Penggunaan media pembelajaran yang tepat diperlukan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dasar dan dapat menarik perhatian siswa. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan visualisasi dan pemahaman materi menjadi lebih mudah dari pengajar kepada siswa.

Categories
Tak Berkategori

LATIHAN DASAR KEPEMIMPINAN DAN ORGANISASI SISWA (LDKOS) SEBAGAI WADAH PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA

Oleh : Hilal M. Pasha, S.Pd.

Masih maraknya kasus tawuran yang dilakukan oleh pelajar menunjukkan belum optimalnya pelaksanaan pembelajaran berbasis karakter di sekolah. Siswa yang melakukan tawuran merasa dirinya lah yang paling kuat dan paling jago, namun sebenarnya hal tersebut adalah hal yang salah dan bisa mendapatkan konsekuensi pidana apabila menimbulkan kerusuhan dan korban jiwa. Belum lagi siswa yang melanggar aturan sekolah dan menganggap “Hukum dibuat untuk dilanggar” membuat guru memiliki pekerjaan ekstra. Kompleks sekali bukan?

Sebagai seorang siswa yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, sudah seharusnya kita bertindak dan berperilaku sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Aturan dibuat bukan untuk mengekang, tetapi aturan justru dibuat untuk mempermudah kehidupan kita. Coba bayangkan apabila di persimpangan jalan tidak ada lampu lalu lintas. Akan saling bertabrakan bukan? Begitulah aturan dibuat untuk mempermudah dan melindungi masyarakat.

Kembali lagi ke permasalahan awal, aturan sekolah seolah menjadi formalitas belaka jika melihat kondisi saat ini. Seragam dikeluarkan, sepatu tidak sesuai aturan, rambut laki-laki panjang, make up tebal bagi perempuan, dan sebagainya. Hal-hal tersebut sebenarnya adalah perbuatan yang sudah jelas diatur di aturan sekolah dan tidak diperkenankan untuk dilakukan. Karakter siswa yang sudah terbentuk dari dulu apabila memang tidak sesuai dengan aturan di SMA saat ini akan bertabrakan dan tidak sinkron apabila siswa tidak mau mengikuti aturan ketika SMA.

Pentingnya pembentukan karakter memang menjadi fokus utama tiap sekolah, agar siswa nya memiliki kepribadian yang mantap. SMA Telkom Bandung melihat hal tersebut sebagai momen yang tepat untuk melaksanakan kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan dan Organisasi Siswa (LDKOS). Kegiatan LDKOS menjadi senjata yang ampuh untuk membentuk siswa yang berdisiplin, integritas tinggi, religius, dan unggul, sesuai dengan visi sekolah. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan ketika LDKOS memang diset untuk meningkatkan karakter siswa, seperti pematerian mengenai kedisiplinan, permainan tradisional yang meningkatkan kerjasama, dan sebagainya.

Setelah selesai kegiatan LDKOS, diharapkan siswa yang mengikuti kegiatan ini dapat menularkan hasil pembinaan kepada teman temannya di sekolah. Karakter yang dibentuk ketika kegiatan LDKOS diharapkan dapat tersebar kepada seluruh warga sekolah, sehingga akan terbentuk siswa siswi yang berkarakter Pancasila.

Tan Malaka pernah berkata, “Tujuan Pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, mengukuhkan kemauan, serta memperhalus perasaan.” Dengan pendidikan karakter, kecerdasan, kemauan, serta perasaan akan terasah menjadi semakin kuat dan akan membentuk siswa yang berkarakter.

Categories
Tak Berkategori

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN BELAJAR SISWA KELAS XII IPS 3 SMA TELKOM BANDUNG  TAHUN PELAJARAN 2019/ 2020

RIKSA SUKMA WIBAWA, S.Pd.

GURU BAHASA SUNDA DI SMA TELKOM BANDUNG

A.      LATAR BELAKANG

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik (Wikipedia). Tujuan utama diselenggarakannya proses belajar adalah demi tercapainya tujuan pembelajaran. Tujuan tersebut utamanya adalah keberhasilan peserta didik belajar pada suatu mata pelajaran maupun pendidikan pada umumnya (Krismanto, 2003).

Sesuai dengan Permendikbud No 22 Tahun 2016, yaitu “Proses Pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian kompetensi lulusan.”

B.       SASARAN TINDAKAN

Siswa yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII IPS 3 di SMA TELKOM BANDUNG. Siswa tersebut memiliki karakter yang heterogen. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis, sebagian besar  siswa kurang aktif  dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan berdasarkan kurikulum 2013 pembelajaran harus berperan aktif dalam menemukan pengetahuannya. 

C.      RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan permasalahan diatas, dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe  Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa di kelas XII IPS 3 SMA TELKOM BANDUNG?

D.      TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk  mengetahui tingkat keberhasilan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe  Teams Games Tournament (TGT) dalam meningkatkan keaktifan belajar siswa di kelas XII IPS 3 SMA TELKOM BANDUNG

E.   MANFAAT PENELITIAN

1.  Bagi Guru         : Sebagai media untuk memudahkan penyampaian materi di dalam mengajar

2.  Bagi Siswa   : Sebagai media untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa

REFERENSI

Buku

Anita Lie. (2002). Cooperatif Learning: Mempraktikkan Cooperatif Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Briggs, Leslie J. 1977. Instructional Design,Educational Technology Rubiyanto, Rubino. 2010. MetodePenelitianPendidikan.

Oemar            Hamalik. (2002). Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Slavin, Robert E. (1995). Cooperative Learning Theory Research and Practise.Boston: Allyn&Bacon.

Categories
Tak Berkategori

Penerapan Model Pembelajaran Project Based Learning dengan Media Digital Writing untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Siswa Kelas XII MIPA 6 Tahun Pelajaran 2022-2023 Oleh: Anna Risnawati, S.Pd.

  1. Latar Belakang Masalah

Saat ini Bahasa Inggris telah menjadi mata pelajaran yang wajib diikuti mulai dari tingkat SMP, SMA sampai dengan Perguruan Tinggi. Di masa sekarang ini Bahasa Inggris sudah menjadi kebutuhan bagi semua orang, karena Bahasa Inggris merupakan Bahasa Internasional. Dengan menggunakan Bahasa Inggris siapapun bisa berkomunikasi dimanapun tanpa rasa khawatir. Dengan adanya Bahasa Inggris tingkat SMA diharapkan para generasi muda Indonesia mampu berbahasa Inggris dengan baik sejak duduk di bangku sekolah, sehingga para lulusannya mampu bersaing di dunia luar.

Tujuan pokok pembelajaran Bahasa Inggris adalah penguasaan empat kompetensi dasar yaitu listening (mendengarkan), speaking (berbicara), reading (membaca),dan writing (menulis). Keempat kompetensi itu saling berkaitan, sehingga satu kegiatan pembelajaran dapat digunakan untuk mempelajari satu atau lebih kompetensi yang ingin dikuasai. Keterampilan membaca dan menulis memegang peranan penting dalam penguasaan ilmu pengetahuan termasuk penguasaan pengetahuan berbahasa. Karakteristik pembelajaran Bahasa terutama Bahasa Inggris berbeda dengan mata pelajaran yang lain karena fungsi Bahasa sebagai alat komunikasi, sehingga dalam belajar Bahasa terutama Bahasa Inggris harus mampu mengaplikasikannya dalam kegiatan komunikasi.

Tetapi pada kenyataannya peserta didik di SMA masih menghadapi banyak kendala dalam menguasai keempat kompetensi Bahasa Inggris tersebut, terutama dalam kompetensi menulis (writing). Kurangnya penggunaan Bahasa Inggris merupakan salah satu faktor penyebabnya. Peserta didik SMA Telkom Bandung berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi yang cenderung jarang atau bahkan tidak menggunakan Bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu peserta didik terkadang mengalami kebosanan ketika pembelajaran masih menggunakan metode-metode konvensional sehingga motivasi belajar rendah. Oleh karena itu guru juga harus berinovasi agar pembelajaran di kelas lebih menyenangkan dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.  

  • Rumusan Masalah

Bedasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

  1. Apakah Project Based Learning dengan media digital writing(canva. IG, android note) dapat meningkatkan aktivitas peserta didik kelas XII MIPA 6 SMA Telkom Bandung semester 1 tahun pelajaran 2022-2023?
  2. Apakah Project Based Learning dengan media digital writing (canva. IG, android note) dapat meningkatkan keterampilan menulis peserta didik kelas XII MIPA 6 SMA Telkom Bandung semester 1 tahun pelajaran 2022-2023?
  • Tujuan

Adapun tujuan penulis adalah?

  1. Untuk mengetahui bahwa Project Based Learning dengan media digital writing (canva. IG, android note) dapat meningkatkan aktivitas peserta didik kelas XII MIPA 6 SMA Telkom Bandung semester 1 tahun pelajaran 2022-2023.
  2. Untuk mengetahui bahwa Project Based Learning dengan media digital writing (canva. IG, android note) dapat meningkatkan keterampilan menulis peserta didik kelas XII MIPA 6 SMA Telkom Bandung semester 1 tahun pelajaran 2022-2023.
  • Manfaat
  • Manfaat Teoretis

Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran umum mengenai sebuah teori yang menyatakan bahwa peningkatan keterampilan menulis dapat dilakukan dengan Project Based Learning

  • Manfaat Praktis

Hasil yang diperoleh dari penulisan best practice ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:

  • Peserta Didik
  • Meningkatkan aktivitas peserta didik dalam keterampilan menulis.
  • Mengatasi hambatan dan kendala dalam proses pembelajaran Bahasa Inggris, khususnya kompetensi dasar writing pasa materi teks prosedur.
  • Mengurangi perasaan tidak percaya diri untuk mengungkapkan ide secara tertulis.
  • Mengurangi perasaan bosan dalam pembelajaran Bahasa Inggris.
    • Guru
  • Memperbaiki proses pembelajaran di kelas.
  • Memunculkan inovasi dalam pembelajaran.
  • Mampu mendeteksi permasalahan yang muncul dalam pembelajaran sekaligus mencari solusinya.
    • Sekolah
  • Meningkatkan layanan prima pada peserta didik.
  • Meningkatkan profesionalisme guru.
  • Meningkatkan prestasi sekolah.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

  1. Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)

Model pembelajaran ini secara bahasa diartikan sebagai model yang menekankan pada pengadaan proyek atau kegiatan penelitian kecil dalam pembelajaran. Menurut Klien, et al. dalam Fathurohman mendefinisikan pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) sebagai “the instructional strategy of empowering learners to pursue content knowledge on their own and demonstrate their new understandings through a variety of presentation models”.

Menurut Fahurohman (2015) pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai Langkah awal dalam mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalaman nyata. Project Based Learning dilakukan secara sistematik yang mengikutsertakan peserta didik dalam pembelajaran sikap, pengetahuan dan keterampilan melalui investigasi dalam perencanaan produk. Project Based Learning merupakan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks. Pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir kritis dan mampu mengembangkan kreativitasnya melalui pengembangan inisiatif untuk menghasilkan produk nyata berupa barang atau jasa. Pembelajaran berbasis proyek adalah suatu proyek dalam proses pembelajaran. Proyek yang dikerjakan peserta didik dapat berupa proyek perseorangan atau kelompok dan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu secara kolaboratif, inovatif, unik, dan yang berfokus pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan kehidupan peserta didik. Pembelajaran berbasis proyek merupakan bagian dari metode instruksional yang berpusat pada pembelajar. Model ini sebagai ganti dari penggunaan suatu model pembelajaran yang bersifat teacher-centred yang cenderung membuat pembelajar lebih pasif dibandingkan dengan guru.

Sedangkan menurut Daryanto (2017) ada lima kriteria pembelajaran proyek, yaitu:

  1. Proyek dalam pembelajaran ini adalah pusat atau inti kurikulum. Model ini merupakan pusat strategi pembelajaran dimana peserta didik belajar konsep utama dari suatu pengetahuan melalui kerja proyek.
  2. Berfokus pada pertanyaan atau masalah

Proyek dalam PJBL adalah berfokus pada pertanyaan atau masalah, yang mendorong pelajar menjalani konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti.

  • Investigasi konstruktif atau desain

Proyek melibatkan pelajaran dalam investigasi konstruktif dapat berupa desain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, diskoveri akan tetapi aktifitas inti dari proyek ini harus meliputi transformasi dalam konstruksi pengetahuan.  

  • Bersifat otonomi pembelajaran

Lebih mengutamakan otonomi, pilihan waktu kerja dan tanggung jawab pelajaran terhadap proyek.

  • Bersifat realism

Pembelajaran berbasis proyek melibatkan tantangan kehidupan nyata, berfokus pada pertanyaan atau masalah autentik bukan simulative dan pemecahannya berpotensi untuk diterapkan dilapangan yang sesungguhnya.

  • Media Pembelajaran
  • Pengertian Media Pembelajaran

Media (kata jamak) berasal dari Bahasa Latin ‘medium’ yang artinya ‘di antara’. Dengan istilah ini memberikan arti bahwa ‘media’ itu adalah segala sesuatu yang membawa informasi antara sumber dan penerima. Dengan demikian apabila kita menggunakan media yang benar, bertujuan untuk mengurangi ‘jumlah kata’ yang diperlukan dalam proses pembelajaran (instruksional), dengan harapan akan mengkomunikasikan gagasan yang bersifat konkrit. Hal ini terjadi karena media itu akan membantu peserta didik untuk mengintegrasikan pengalamannya yang diperoleh sebelumnya. Oleh karena itu penggunaan media diharapkan mampu memperlancar proses belajar peserta didik, serta menambah pemahamannya (Soetomo, 2011).

Di bagian lain Soetomo (2011) juga menyatakan tentang lima sifat media pembelajaran yang mendasari pemikiran para ahli Pendidikan, yaitu:

  1. Bahwa media itu untuk meningkatkan persepsi.
  2. Bahwa media itu untuk membantu meningkatkan transfer belajar.
  3. Bahwa media itu untuk meningkatkan pemahaman.
  4. Bahwa media itu untuk membantu adanya retensi.
  5. Bahwa media itu untuk memberikan penguatan atau menambah pengetahuan tentang hal yang diperoleh peserta didik.

Menurut Gerlach dan Erly dalam Soetomo (2011) pemilihan media harus mengingat pada tujuan instruksional yang ingin dicapai, selain itu kita juga harus memperhatikan hal-hal berikut ini:

  1. Kualitas teknis media yang artinya betapapun canggihnya media, tetapi kualitas teknis nya kurang baik maka akan mengakibatkan adanya persepsi yang salah dan akan menyesatkan peserta didik dan akan sukar diperbaiki.
  2. Pertimbangan harga artinya apabila ada dua macam media pembelajaran tetapi mempunyai kemampuan dan pengaruh yang sama dalam proses pembelajaran maka dipili media yang berharga lebih murah.
  3. Ketersediaan artinya pilihan kita harus memperhatikan apakah media itu sudah tersedia atau masih perlu disediakan.
  4. Kemampuan artinya adanya kemampuan guru dan peserta didik untuk memakai media itu. Tegasnya, pilihan perencanaan dan pengembangan sistem pembelajaran akan kecewa apabila memilih media ternyata baik peserta didik maupun guru tidak memiliki kemampuan untuk memakai atau mengoperasionalkan.
  5. Ketersediaan sarana pendukung artinya betapapun bagusnya media, akan tetapi tidak tersedia sarana pendukung ketika akan digunakan, maka alat media itu tidak ada gunanya.
  • Jenis Media Belajar

Terdapat berbagai jenis media belajar, diantaranya:

  1. Media visual: grafik, diagram, chart. bagan, poster, kartun, komik
  2. Media audial: radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya.
  3. Projected still media: slide, overhead projector (OHP), LCD Proyektor, dan sejenisnya.
  4. Projected motion media: film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), computer dan sejenisnya.
  5. Study Tour Media: pembelajaran langsung ke obyek atau tempat studi seperti museum. Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media baik yang bersifat visual, audial, projected still media maupun projected motion media bisa dilakukan secara Bersama dan serempak melalui satu alat saja yang disebut multimedia. Contoh: dewasa ini penggunaan komputer tidak hanya bersifat projected motion media, namun dapat meramu semua jenis media yang bersifat interaktif.
  • Media Pembelajaran Digital Writing

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di era globalisasi semakin masif. Kehidupan masyarakat khususnya pelajar tidak dapat dipisahkan lagi dengan segala produk TIK. Pemanfaatan TIK bagaikan dua mata pisau yang dapat memberikan manfaat dan dampak buruk. TIK akan memberikan dampak negatif apabila tidak bijak dalam penggunaannya. Namun, TIK akan mendatangkan berbagai manfaat yang jauh lebih besar apabila digunakan dengan bijak. Sisi positifnya adalah dengan teknologi digital, peserta didik dapat mengasah kemampuan kognitif, wawasan, dan nilai sosial.

Kemampuan TIK yang pesat harus berbanding lurus dengan kemampuan masyarakat dalam menggunakannya untuk membantu setiap sendi kehidupan. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki peserta didik di era digital adalah digital writing atau menulis di media digital sama halnya dengan kompetensi menulis pada umumnya, hanya saja medianya menggunakan media digital. Menulis merupakan kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan secara tertulis kepada pihak lain. Aktivitas menulis melibatkan unsur penulis sebagai penyampai pesan, pesan atau isi tulisan (konten), saluran atau media tulisan, dan pembaca sebagai penerima pesan (Yunus dkk., 2008:129).

Digital writing erat kaitannya dengan literasi digital. Literasi digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital atau alat-alat komunikasi dalam menemukan, membuat informasi, mengevaluasi, menggunakan, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari (Nasrullah dkk., 2017:3). Ruang komunikasi menjadi terbuka, artinya hanya ada selaput tipis antara ruang privat dan ruag public. Interaksi massif di media sosial menjadikan warga dapat mengembangkan gagasan dan ide-ide kreatifnya di ranag media digital.

Literasi digital meliputi ketertarikan, sikap, dan kemampuan peserta didik dalam penggunaan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses, mengelola, mengintegrasikan, meganalisis dan mengevaluasi informasi yang didapatkan dan menuangkannya dalam media digital. Contohnya akun media sosial dan situs daring untuk tujuan tertentu seperti menulis esai, ulasa, refleksi diri, pengalaman bahkan pemasaran produk. Dimensi literasi digital dan penggunaan perangkat digital ada 5, yaitu: (1) doing atau melakukan seperti halnya berbagi gambar dengan teman dan mencari info tempat untuk makan secara daring; (2) meaning atau representasi seperti membaca artikel di suatu situs dan mengunggah kontek di sosial  media; (3) relating atau interaksi seperti halnya menulis fiksi penggemmar, mengomentari konten di Blog, dan berkolaborasi menulis sebuah artikel di wikis; (4) thinking atau berpikir melalui kegiatan partisipasi aktif dalam diskusi daring; (5) being atau menyajikan identitas diri di media sosial dan aktualisasi di komunitas daring (Hafner, 2015:2)

  • Aktivitas Belajar

Aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam proses belajar kedua aktivitas itu harus saling berkaitan. Lebih lanjut lagi Piaget menerangkan dalam buku Sardiman bahwa jika seorang anak befikir tanpa berbuat sesuatu, berarti anak itu tidak berfikir (Sardiman, 2011:100).

Menurut Nasution (2000:89), aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat jasmani ataupun rohani. Dalam proses pembelajaran, kedua aktivas tersebut harus selalu terkait. Seorang peserta didik akan berfikir selama dia berbuat, tanpa berbuat sesuatu, berarti peserta didik itu tidak berfikir. Oleh karena itu agar peserta didik aktif berfikir maka peserta didik harus diberi kesempatan untuk berbuat atau beraktivitas.

Diedrich (dalam Nasution, 2000:91) membuat suatu daftar yang berisi tentang macam kegiatan peserta didik yang dapat digolongkan sebagai berikut:

Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya: membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

Listening Activities, seperti mendengarkan penjelasan, percakapan, diskusi, music, pidato.

Writing activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin

Drawing activities, misalnya menggambar, membuat grafik, peta, diagram, pola.

Motor activities, seperti melakukan percobaan, melakukan konstruksi, model, mereparasi, bermain.

Mental activities, misalnya menggali, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.

Emotional activities, misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

Hasil belajar tidak hanya ditentukan oleh aktivitas peserta didik tetapi aktivitas guru sangat diperlukan untuk merencanakan kegiatan peserta didik yang bervariasi, sehingga kondisi pembelajaran akan lebih dinamis dan tidak membosankan (Depdiknas 2004).   

BAB III

PEMBAHASAN MASALAH

  1. Strategi Pemecahan Masalah

Permasalahan pembelajaran yang ada adalah kurang aktifnya peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. Selain itu, rendahnya kompetensi peserta didik yang ditunkukkan dengan nilai, terutama dalam keterampilan menulis. Oleh karena itu guru berusaha mencari alternatif pembelajaran yang mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga peserta didik antusias mengikuti pelajaran dan hasil belajar dapat meningkat. Diharapkan seluruh peserta didik mampu mencapai nilai KKM terutama pada keterampilan menulis (writing) karena masih rendahnya penguasaan keterampilan menulis oleh para peserta didik. Guru akhirnya memutuskan untuk menggunakan media digital writing, karena digital merujuk pada tuntutan jaman dan dianggap media yang paling digemari oleh peserta didik. Ini dbuktikan dengan antusiasme peserta didik Ketika mencari sumber belajar dari internet terutama canva atau android note. Pembelajaran ini mengutamakan keterlibatan peserta didik dalam penggunaan media, karena peserta didik selain bisa menuangkan ide-ide nya mereka pun dapat mengguanakan kreatifitas mereka. Mereka meentukan topik tulisan secara berkelompok kemudian membuat tulisan digital sendiri. Dalam tulisan digital tersebut mereka akan menuangkan penjelasan procedure text baik manual/tip yang berhubungan dengan teknologi. Pembelajaran berbasis proyek ini berhasil meningkatkan keaktifan peserta didik dan juga meningkatkan nilai keterampilan menulis peserta didik. Peserta didik sebelumnya tidak memiliki kreatifitas untuk menulis terbantu dengan adanya digital writing (canva/ android note) ini. Selain itu kreatifitas menulis juga ditampilkan pada saat menulis prosedur teks tersebut. Kondisi ini memberi kesempatan kepada seluruh peserta didik untuk aktif dalam kegiatan ini.

  • Langkah-langkah Implementasi

Project Based Learning berbantuan media digital writing ini dilaksanakan pada kelas XII MIPA 6 yang terdiri dari 32 peserta didik 16 laki-laki dan 16 perempuan. Kelas dibagi kedalam kelompok yang terdiri dari 4 peserta didik untuk setiap kelompoknya. Setiap kelompok mendapat tugas untuk menulis menggunakan aplikasi digital membuat procedur teks tip/ manual bertemakan teknologi. Setiap kelompok menentukan tema/ topik yang akan mereka pilih dalam penulisan prosedur teks. Para peserta didik bebas menggunakan aplikasi apa saja yang mendukung pembuatan digital writing tersebut. Pembuatan tulisan diberi waktu 1 minggu . kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik dalam penyusunan proyek ini adalah:

  1. Membentuk kelompok yang terdiri dari 4 orang.
  2. Dalam bimbingan guru, peserta didik mencari informasi mengenai fungsi sosial, struktur teks dan unsur kebahasaan yang digunakan dalam prosedur teks
  3. Membahas dan berdiskusi untuk menentukan tema/topik yang akan diangkat untuk penulisan procedure text.
  4. Peserta didik menyusun rencana akan menggunakan aplikasi apa untuk penulisan procedure text.
  5. Peserta didik mengumpulkan bahan-bahan yang akan disusun menjadi teks prosedur dalam bentuk tulisan digital.
  6.   Menyusun teks prosedur yang sudah dikonsep.
  7. Mempublikasikan hasil tulisan digital yang sudah diselesaikan selama 1 minggu ke dalam google classroom.
  • Hasil yang dicapai
  • Hasil Penilaian Sikap Peserta Didik
NoNama Peserta DidikSikapSkor Rata-rata
PeduliJujur berkaryaTanggung JawabToleranKerja samaProaktifKreatif
1PD 134334433,43
2PD 233333333,00
3PD 334333333,14
4PD 444333333,29
5PD 533434443,57
6PD 633433333,14
7PD 733333333,00
8PD 833333333,00
9PD 943433333,29
10PD 1033343333,14
11PD 1134333333,14
12PD 1244344443,86
13PD 1343333333,14
14PD 1433433333,14
15PD 1533343333,14
16PD 1634343333,29
17PD 1733333333,00
18PD 1843433333,29
19PD 1933343333,14
20PD 2033434433,43
21PD 2133333333,00
22PD 2234333333,14
23PD 2333333333,00
24PD 2433433333,14
25PD 2533343333,14
26PD 2633434433,43
27PD 2733343333,14
28PD 2833333333,00
29PD 2933333333,00
30PD 3043334443,57
31PD 3134343333,29
32PD 3233433333,14

Tabel 1 Nilai Sikap

Dari hasil penilaian sikap terdapat peningkatan aktifitas peserta didi yang berupa sikap peduli, jujur berkarya, tanggung jawab, toleran, Kerjasama, proaktif dan kreatif. Nilai sikap rata-rata sudah menunjukkan hasil baik dengan rata-rata nilai sikap sebesar 3,205

  • Hasil Penilaian Sikap selama kegiatan Diskusi
Lembar Penilaian Sikap – Observasi pada kegaiatan Diskusi
Mata pelajaran : Bahasa Inggris Kelas/ Semester : XII MIPA 6/ I Topik/Subtopik : Procedure Text Indikator              : Peserta didik menunjukkan perilaku kerja sama, rasa ingin tahu, santun dan komunikatif selama kegiatan diskusi. No Nama Peserta Didik Kerja sama Rasa Ingin tahu Santun komunikatif Rata- rata 1 PD 1 3 2 3 3 2,75 2 PD 2 2 3 3 3 2,75 3 PD 3 3 2 3 3 2,75 4 PD 4 2 2 3 3 2,5 5 PD 5 3 3 4 3 3,25 6 PD 6 3 3 3 3 3 7 PD 7 3 3 3 3 3 8 PD 8 3 3 3 3 3 9 PD 9 3 2 2 2 2,25 10 PD 10 3 2 3 3 2,75 11 PD 11 3 3 3 3 3 12 PD 12 3 4 4 3 3,5 13 PD 13 3 2 3 3 2,75 14 PD 14 2 2 3 3 2,5 15 PD 15 2 2 2 2 2 16 PD 16 3 2 3 3 2,75 17 PD 17 2 2 3 3 2,5 18 PD 18 2 3 2 3 2,5 19 PD 19 3 3 4 3 3,25 20 PD 20 3 3 3 3 3 21 PD 21 3 3 3 3 3 22 PD 22 3 3 3 3 3 23 PD 23 3 3 3 4 3,25 24 PD 24 3 3 4 3 3,25 25 PD 25 3 3 3 3 3 26 PD 26 3 4 3 4 3,5 27 PD 27 3 3 3 3 3 28 PD 28 2 2 3 3 2,5 29 PD 29 3 3 3 3 3 30 PD 30 3 3 3 3 3 31 PD 31 3 3 4 3 3,25 32 PD 32 4 3 3 3 3,25 Kolom aspek perilaku diisi dengan angka yang sesuai dengan kriteria berikut. 4 = sangat baik 3 = baik 2 = cukup 1= kurang  

Tabel 2 Nilai sikap saat diskusi

Sikap peserta didik selama kegiatan diskusi sudah menunjukkan peningkatan, hanya 5 orang yang mendapat nilai cukup pada aspek Kerjasama, 10 peserta didik yang mendapat predikat cukup pada aspek rasa ingin tahu, 3 orang berpredikat cukup pada aspek santun dan 2 orang berpredikat cukup pada aspek komunikatif. Peserta didik yang lain mendapatkan predikat baik dan sangat baik.

  • Hasil Capaian Kompetensi Menulis (writing)
NoNISNama SiswaKKMText OrganizationSentence FormationGrammarDigital media selection and deadlineNilai Akhir
1 PD 1758587888987,25
2 PD 2758688879087,75
3 PD 3758485868885,75
4 PD 4758585858585
5 PD 5758485879086,5
6 PD 6758385868885,5
7 PD 7758788858786,75
8 PD 8758785858886,25
9 PD 9758384858584,25
10 PD 10758585858585
11 PD 11758687868786,5
12 PD 12758587888987,25
13 PD 13758688879087,25
14 PD 14758485868885,75
15 PD 15758585858585
16 PD 16758485879086,5
17 PD 17758385868885,5
18 PD 18758788858786,75
19 PD 19758785858886,25
20 PD 20758384858584,25
21 PD 21758585858585
22 PD 22758687868786,5
23 PD 23758686868686
24 PD 24758787878787
25 PD 25758988889088,75
26 PD 26758485868885,75
27 PD 27758585858585
28 PD 28758485879086,5
29 PD 29758385868885,5
30 PD 30758788858786,75
31 PD 31758785858886,25
32 PD 32758888899088,75

Tabel 3 Nilai Writing

            Pencapaian nilai keterampilan menulis (writing) sudah mencapai KKM untuk seluruh peserta didik atau tuntas 100% dengan nilai rata-rata 83,5. Nilai terendah yang dicapai adalah 84,25 sedangkan nilai tertinggi adalah 88,75. Hal ini menunjukkan bahwa ada peningkatan nilai dengan menggunakan projectbased learning berbantuan media digital pada materi procedure text.

  • Faktor-faktor Pendukung

Kegiatan pembelajaran ini mempunyai sisi pendukung maupun penghambat. Kegiatan pembelajaran ini bisa berjalan lancar karena didukung oleh beberapa faktor antara lain:

  1. Tersedianya perangkat Teknologi Informasi yang bisa digunakan oleh peserta didik baik milik peserta didik sendiri maupun sekolah.
  2. Keaktifan peserta didik dalam melaksanakan tugas kelompok.
  3. Kekompakan peserta didik dalam kelompok belajar yang sudah dibentuk dalam menyelesaikan tugas.
  4. Ketersediaan sumber belajar yang berupa buku dan internet.
  5. Guru yang selalu mendampingi proses penyelesaian tugas baik di kelas.
  • Faktor-faktor Penghambat

Sedangkan faktor penghambat yang melemahkan kegiatan pembelajaran ini antara lain:

  1. Beberapa orangtua peserta didik yang kurang memberi dukungan waktu untuk penyelesaian tugas kelompok di rumah.
  2. Beberapa peserta didik tidak memiliki perangkat teknologi Informasi sendiri sehingga bergantung pada peserta didik lain.
  3. Kurang percaya diri peserta didik sehingga kurang maksimal dalam penulisan Bahasa Inggris.
  4. Kedisiplinan peserta didik dalam menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang diberikan.
  • Dampak

Kegiatan pembelajaran ini memberikan warna baru dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Peserta didik menjadi lebih aktif karena mereka harus berkomunikasi dalam kelompoknya, selain itu peserta didik juga harus mampu menuangkan ide untuk menulis. Rasa tidak percaya diri pada peserta didik dapat dikurangi karena peserta didik dapat menuangkan kreatifitas mereka yang jarang dikeluarkan dengan media digital (canva, android note, IG). Project Based Learning dengan media digital writing menjadi kegiatan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan serta meningkatkan keaktifan, kreatifitas dan juga kompetensi keterampilan menulis.

Project Based Learning dengan media digital writing bisa digunakan juga umtuk materi dan mata pelajaran lain, karena media digital adalah media yang sangat digemari oleh peserta didik.

BAB IV

PENUTUP

  1. Kesimpulan

Rendahnya capaian hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Bahasa Inggris membutuhkan perhatian khusus dari para guru yang mengajar. Diperlukan adanya inovasi pembelajaran yang membuat pembelajaran menjadi menyenangkan untuk para peserta didik. Project Based Learning menjadi salah satu model yang bisa dipilih. Pada pembelajaran ini Project Based Learning menggunakan media digital writing (canva, IG, android note). Peserta didik dilibatkan aktif dalam pembelajaran karena seluruh peserta didik harus membuat tulisan tentang procedure text mengenai tip atau manual teknologi.

Hasil yang dicapai sudah sesuai harapan yaitu rata-rata untuk nilai sikap BAIK dan nilai keterampilan menulis diatas KKM. Dalam pembelajaran ini ketuntasan peserta didik dalam keterampilan menulis adalah 100%. Dengan nilai terendah 84,25 dan nilai tertinggi 88,75. Dengan kata lain Project Based Learning berbantuan media digital writing (cavna, IG, Android note) mampu meningkatkan aktifitas belajar para peserta didik dan Project Based Learning berbantuan media digital writing (cavna, IG, Android note) mampu meningkatkan keterampilan menulis para peserta didik kelas XII MIPA 6 SMA Telkom Bandung semester 1 tahun pelajaran 2022/2023.

  • Saran

Guru harus selalu berinovasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga diperoleh hasil belajar yang baik. Saat ini para guru harus bisa memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komputer untuk menunjang kegiatan pembelajaran karena saat ini peserta didik lebih tertarik dengan media digital sesuai dengan kodrat mereka yaitu remaja. Selain itu, media ini juga lebih mudah digunakan dan bisa digunakan dimana saja.

DAFTAR PUSTAKA

A.M. Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali.

Arsyad, Azhar. 2003, Media Pembelajaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Daryanto. 2017. Pembelajaran Abad 21, Cetakan I. Yogyakarta: Gava Media.

Fathurohman, Muhamad 2015. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Cetakan I. Yogyakarta:Ar-Ruzz Media.

Nasution, S. 1997. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Nunan, David. 1989. Designing Task for the for the Communicative Classroom. Cambridge: Cambridge University Press.

http://ekhardhi.blogspot.com/2011/12/pengajaran-keterampilan-produktif.html

Categories
Tak Berkategori

CAMPUR KODE DALAM PROSES PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA PADA PESERTA DIDIK KELAS X SMA TELKOM BANDUNG


Oleh Indri Azka Nabalah

198090027

Abstraksi

Penelitian ini merupakan penelitian yang menerapkan pendekatan observasi dan angket untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Telkom Bandung. Sampel yang terpilih adalah kelas X IPA 4 dan X IPS 3. Sumber data yang digunakan berupa analisis berbahasa siswa dan angket. Teknik pengumpulan data digunakan dengan teknik simak bebas, teknik catat, Teknik pengumpulan data dan angket. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah ditemukannya bentuk campur kode: (1) campur kode dengan bahasa Sunda (2) campur kode dengan bahasa Jawa.

Kata Kunci: kemampuan berbicara, campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia

Latar Belakang

Di dalam proses belajar mengajar guru dan peserta didik tidak akan terlepas dari kegiatan berbicara dan berbahasa. Tentunya dalam  proses tersebut komunikasi akan terjalin bila menggunakan bahasa yang sama-sama dipahami. Maszein, (2019) mengemukakan bahwa pada umumnya Interaksi kelas yang dilakukan menggunakan bahasa utama yaitu bahasa Indonesia, bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi merupakan bahasa pengantar resmi lembaga-lembaga pendidikan. Seharusnya dalam proses belajar-mengajar bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, tapi pada kenyataannya tidak semua percakapan dalam proses pembelajaran khususnya bahasa Indonesia menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Penggunan bahasa Indonesia dalam perkembangannya mulai mengalami penurunan. Dalam situasi formal, mereka menggunakan bahasa yang digunakan dalam situasi tidak formal bahkan menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari maupun sebaliknya. Oleh karena itu, penggunaan bahasa di lingkungan pendidikan tidak terlepas dari pemakaian bahasa yang bervariasi dan akibatnya timbullah percampuran bahasa yang dilakukan entah disadari atau tidak.

Pada proses belajar mengajar tentu dilaksanakan dalam kondisi formal, khusunya untuk pembelajaran bahasa Indonesia. Perlu diketahui juga bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan untuk membuat peserta didik mengalami perubahan dan memperoleh kecakapan dari hal yang dipelajari. Hal yang telah dipelajari peserta didik secara formal di sekolah tentu harus bisa dijadikan sebuah bekal untuk peserta didik tersebut menjalani kehidupan, khusunya dalam mengembangkan kemampuan berbahasanya.

Pada pembelajaran bahasa Indonesia, tentu peserta didik diharuskan untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Hal tersebut bertujuan untuk melatih dan membiasakan peserta didik untuk berbahasa yang baik dan sesuai aturan. Namun hal tersebut tidak semudah yang diharapkan oleh guru dan juga peserta didik dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut.

Faktor-faktor penyebab terjadinya campur kode (Suwito, 1996: 77) dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) identifikasi peranan (ingin menjelaskan sesuatu/ maksud tertentu); (2) identifikasi ragam (karena situasi/yang ditentukan oleh bahasa di mana seorang penutur melakukan campur kode yang akan menempatkan dia dalam hierarki status sosialnya); dan (3) keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan (ingin menjalin keakraban penutur dan lawan tutur/menandai sikap dan hubungannya terhadap orang lain dan sikap serta hubungan orang lain terhadapnya). Salah satu faktor yang paling menonjol dan sangat mempengaruhi proses berbahasa peserta didik adalah faktor lingkungan atau sosial. Selain itu, dengan adanya kontak bahasa di kelas muncul pula gejala alih kode dan campur kode pada penuturnya. Kedua gejala kebahasaan tersebut (alih kode dan campur kode) mengacu pada peristiwa di mana pada saat berbicara, seorang penutur memasukkan unsur-unsur bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang digunakannya.

Selain dari itu, masih berkiatan dengan campur kode, kode secara khusus menurut Kridalaksana (2011: 127) dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: (1) lambang atau sistem ungkapan yang dipakai dalam menggambarkan makna tertentu, dan bahasa manusia adalah sejenis kode; (2) sistem bahasa dalam suatu masyarakat; dan (3) variasi tertentu dalam bahasa. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa kode mengacu pada bahasa dan setiap variasi bahasa. Kode merupakan varian yang nyata dipakai. Dengan kata lain, kode adalah bagian dari sebuah tuturan bahasa.

Sedangkan Campur kode menurut Subyakto (dalam Suwandi; 2010: 87) mengungkapkan bahwa campur kode adalah penggunaan dua bahasa atau lebih atau ragam bahasa secara santai antara orang-orang yang kita kenal dengan akrab. Dalam situasi berbahasa yang informal ini, dapat dengan bebas mencampur kode (bahasa atau ragam bahasa), khususnya apabila ada istilah-istilah yang tidak dapat diungkapkan dalam bahasa lain. Lebih lanjut, Saddhono (2012: 75) menjelaskan campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih dengan saling memasukkan unsur bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Dalam hal ini penutur menyelipkan unsur-unsur bahasa lain ketika sedang memakai bahasa tertentu.

Ada pun unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalam intern ekstern intern ekstern, Suwito (1985: 78) membedakan campur kode menjadi beberapa macam, yakni: (1) penyisipan unsur yang berwujud kata; (2) penyisipan unsur yang berwujud frasa; (3) penyisipan unsur yang berwujud baster; (4) penyisipan unsur yang berwujud perulangan kata; (5) penyisipan unsur yang berwujud ungkapan/ idiom; dan (6) penyisipan unsur yang berwujud klausa. 

Ruhyadi (2014) mengemukakan bahwa individu yang terlibat dalam tindak komunikasi paling tidak menguasai lebih dari satu bahasa, contohya bahasa daerah (bahasa Jawa, Bali, Lombok), bahasa pertama (bahasa Indonesia), dan bahasa asing (Inggris, Arab, Jepang).  Maka tidak akan aneh bila seorang individu berbicara dengan memiliki banyak dialek dan kekhasan bahasa.

Di sisi lain, Maszein, (2019) mengemukakan bahwa penggunaan bahasa di lingkungan pendidikan tidak akan terlepas dari pengguanaan bahasa yang bervariasi dan akan menimbulkan percampuran bahasa yang dilakukan entah disadari atau tidak. Misalnya seorang peserta didik berasal dari ras atau suku Sunda, dengan tidak sengaja berbicara bahasa Indonesia dengan menuturkan kata dalam bahasa Sunda atau menggunakan dialek khas Sunda sehingga mempengaruhi bahasa Indonesia. Penggabungan kedua bahasa tersebut tentunya tidak dibenarkan karena tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Karena setiap bahasa memiliki aturan dan komposisinya masing-masing. Sehingga tidak dapat digabungkan begitu saja. Di sisi lain, Gorys Keraf, (1984) mengemukakan bahwa bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat, berupa lambang bunyi suara, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Artinya bahasa yang dikeluarkan oleh seorang penutur akan diserap oleh lawan biacaranya. Apabila dalam kondisi formal yang seharusnya menggunakan bahasa sesuai aturan tentu hal tersebut tidak boleh dibiarkan karena orang akan menganggap hal itu biasa dan tidak jadi masalah.

Kebiasan mencampur atau menggabungkan bahasa sudah terjadi sejak anak berusia diri. Kebiasaan tersebut pun lahir dari lingkungan yang dekat, yaitu keluarga. Lingkungan ini, merupakan lingkungan paling dekat dan pertama yang memperkenalkan bahasa terhadap anak. Terutama seorang ibu, karena ibu adalah orang pertama dan paling dekat dalam proses memperkenalkan bahasa pada anak. Pernyataan ini disampaikan oleh Mace, 1998 (Jim Anderson, Ann Anderson & Assadullah Sadiq, 2016); In terms of family literacy, mothers have typically been seen as a conduit for children’s literacy development. (Dalam hal literasi keluarga, ibu biasanya dilihat sebagai saluran untuk perkembangan literasi anak.) Maka dari itu, perlu ada pembangun kesadaran berbahasa pada setiap keluarga di lingkungan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Campur Kode dalam Proses Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Peserta didik Kelas X SMA Telkom Bandung”.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut yang menjadi pernyataan masalah dalam penelitian ini adalah ketika seorang pembelajar mengetahui bahwa setiap memiliki kekhasan yang berbeda, namun masih saja menggunakan bahasa dengan menggabungkannya dengan bahasa lain dikarenakan adanya faktor terbiasa dan sudah dipergunakan sehar-hari. Akibatnya kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dengan baik dan sejajar dengan satu bahasa dalam kondisi tertentu (formal) menjadi sulit.

Batasan Masalah dan Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis membuat batasan masalah sebagai berikut.

  1. Penelitian ini dibatasi untuk meneliti campur kode dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.
  2. Penelitian difokuskan pada saat peserta didik melakukan interaksi formal di dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.
  3. Hasil analisis dimanfaatkan sebagai solusi untuk meningkatkan kemampuan berbahasa dengan baik.

Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut.

  1. Dapatkah penulis melaksanakan penelitian campur kode dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia pada peserta didik kelas X SMA Telkom Bandung?
  2. Dapatkah peserta didik kelas X menggunakan bahasa yang baik tanpa adanya campur kode pada proses pembelajaran bahasa Indonesia?
  3. Bagaimanakah efektivitas penelitian ini sehubungan dengan campur kode dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia?

Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis mempunyai tujuan yang hendak dicapai, yaitu: 

  1. untuk mengetahui keberhasilan penulis melaksanakan penelitian campur kode dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia pada peserta didik kelas X SMA Telkom Bandung;
  2. untuk mengetahui kemampuan penggunaan bahasa peserta didik kelas X SMA Telkom Bandung dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia;

Kegunaan Hasil Penelitian

Penelitian yang dilakukan tentu harus memiliki kegunaan atau manfaat baik bagi peneliti maupun objek yang ditelitinya. Kegunaan atau Manfaat yang terdapat pada penelitian ini sebagai berikut.

  1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini secara teoretis diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan tentang campur kodedalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.

  • Manfaat Praktis
  • Bagi Penulis

Penelitian ini dapat dijadikan pengalaman berharga dan saran upaya meningkatkan kemampuan penulis dalam melaksanakan praktik penelitian mengenai campur kode dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.

  • Bagi Guru Bahasa Indonesia

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai alternatif dalam meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik yang berkaitan dengan campur kode. Penelitian ini pun dapat digunakan sebagai gambaran untuk memahami sejauh mana kemampuan berbahasa peserta didik kelas X.

  • Bagi Peneliti Lanjutan

Dengan adanya penelitian ini, manfaat lanjutannya adalah dapat menjadi acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.

  • Bagi Lembaga

Hasil penelitian ini diharapkan mampu membantu sekolah atau Lembaga lain dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran dan meningkatkan kemampuan berbahasa peserta didik.

Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut.  

  1. Pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan untuk membuat peserta didik mengalami perubahan dan memperoleh kecakapan dari hal yang dipelajari. 
  2. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat, berupa lambang bunyi suara, yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
  3. Campur kode merupakan tindakan menggabungkan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah.

Landasan Teori

Dalam KBBI menyebutkan bahwa bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri. Artinya bahasa merupakan alat yang lekat dengan kehidupan manusia dan selalu dipergunakan dalam setiap aspek kehidupan. Namun di samping dari fungsinya, masih banyak orang yang menggunakan bahasa dengan tidak memperhatikan struktur atau ketepatan penggunaannya. Banyak hal yang menjadai faktor kesalahan dalam berbahasa salah satunya adalah dengan adanya pengaruh dari bahasa asing, bahasa ibu, atau bahasa daerah. Kesalahan berbahsa tersebut dikenal dengan campur kode.

Campur kode merupakan tindakan menggabungkan bahasa Indonesia dengan bahasa daerah. Dalam pengertian tersebut Davies juga memberi simpulan bahwa fenomena terjadinya campur kode mencakup penggunaan bahasa dalam percakapan tunggal, pertukaran ataupun ucapan (Davies dalam Roudane, 2005).

Campur kode dibagi menjadi dua (Azhar, dkk, 2011 dalam Maszein, dkk 2019 ) di antaranya: (1) Campur kode ke dalam (Inner CodeMixing), yaitu campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya. Misalnya, berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa, kemudian dicampur dengan bahasa daerah. (2) Campur kode ke luar (Outer Code-Mixing) yaitu campur kode yang berasal dari bahasa asing. Misalnya, berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa asing. Menurut Widyaningtyas (2018) faktor penyebab terjadinya campur kode adalah tidak adanya padanan kata yang tepat. Hal tersebut mungkin saja terjadi karena belum adanya padanan kata yang sesuai. Namun, lain halnya dengan kata yang padanannya sudah sesuai. Berdasarkan dua jenis campur code tersebut campur kode dalam (Inner CodeMixing) merupakan ragam yang paling sering dipergunakan oleh remaja atau peserta didik SMA.

Di samping itu Suwito (dalam Hestiyana, 2013: 40) menambahkan bahwa di dalam campur kode terdapat ciri-ciri ketergantungan yang ditandai oleh adanya hubungan timbale balik antara peranan dan fungsi kebahasaan. Peranan maksudnya siapa yang menggunakan bahasa itu, sedangkan fungsi kebahasaan berarti apa yang hendak dicapai penutur dengan tuturannya. Dari beberapa pendapat para ahli yang telah disebutkan, maka dapat ditarik simpulan bahwa campur kode merupakan perstiwa mencampur dua kode secara bersama-sama dalam suatu tindak bahasa yang dilakukan onleh penutur maupun lawan tutur.

Metode Penelitian

Jenis penelitian yang akan diterapkan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Indrawan dan Yaniawati, (2017) merupakan pendekatan yang berfokus pada satu variable atau satu objek penelitian dengan meraih sebuah kedalaman dari proses penelitian. Di samping itu Sugiyono (2012:9) yang berpendapat bahwa metode penelitian kualitatif berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah.

Pada Peneliti ini, peneliti akan menggunakan metode deskriptif. Penelitian deskriptif bersifat mendeskripsikan, memaparkan dan menganalisis data. Data yang diperoleh yaitu dari hasil kemampuan berbicara peserta didik apakah menggunakan campur kode atau tidak sama sekali.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif maka dari itu, peneliti membutuhkan teori yang mendukung agar dapat melakukan penelitian sesuai dengan harapan.

Data dan Sumber

Sumber data yang dipilih adalah sumber data yang sesuai dengan masalah penelitian yaitucampur kode dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia. Sumber data yang akan diuraikan adalah data campur kode yang dilontarkan oleh peserta didik dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia. Karya tersebut dijadikan data sebagai kemampuan peserta didik dalam berbicara.

Metode Pengumpulan Data

Data merupakan suatu hal yang pasti akan ada di dalam sebuah penelitian. Tanpa adanya sebuah data, peneliti tidak dapat membuktikan hasil penelitiannya. Agar data dapat terkumpul secara sistematis, peneliti pun akan menggunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut.

  1. Telaah pustaka merupakan proses menelaah buku-buku untuk memperoleh mengenai materi serta teori-teori yang relevan dan berhubungan dengan campur kode. Selain dari itu peneliti pun menelaah buku lainnya yang berhubungan erat dengan masalah yang sedang diteliti.
  2. Dalam penelitian ini penulis melakukan uji coba untuk  menguji kemampuan peserta didik dalam menentukan berbahasa.
  3. Teknik tes digunakan untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam dalam menentukan kemampuan berbicara peserta didik di dalam kelas.
  4. Teknik Analisis. Penulis menggunakan teknik analisis dengan cara menguji data yang terkumpul. Hal ini dilakukan dengan memperoleh hasil yang akurat dan digunakan untuk menganalisis kesulitan yang dihadapi oleh peserta didik dalam menggunakan bahasa di dalam kelas.
  5. Teknik angket digunakan untuk mendapatkan tanggapan dari peserta didik tentang penggunaan bahasa dan campur kode.

Instrumen Penelitian

Instumen yang dipergunakan pada penelitian ini adalah human instrument. Sugiyono (2012) mengemukakan bahwa instrument tersebut berfungsi menetapkan focus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas semuanya.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulakn bahwa dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti. Setelah memperoleh hasil yang jelas dari penelitian, peneliti pun dapat mengembangkannya menjadi sebuah instrument penelitian yang sederhana.

Agar penelitian dapat dilaksanakan secara sistematis, peneliti pun merumuskan instrument yang akan dipergunakan sebagai berikut.

  1. Pedoman Kajian

Pedoman kajian yang digunakan dalam pengumpulan data ini tertuju pada deskripsi  yang berbentuk dan table yang akan diberikan kepada peserta didik dan angket yang akan diisi peserta didik melalui google form. Tabel tersebut akan dipergunakan untuk menampung sejumnlah kata yang ada di dalam menggunakan campur kode. Pedoman kajian tersebut dapat digambarkan dalam table berikut.

Table 1.1

Daftar Data Analisis Penggunaan Campur Kode

NoNamaTuturan yang Mengandung Campur Kode
1  
2  
3  
  • Pedoman Angket
No.Aspek yang DiobservasiYaTidak
1.Bahasa apa yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari?  
2.Sejak kapan bahasa tersebut dipergunakan?  
3.Apakah Anda sering mencampurkan bahasa?  

Berkaitan dengan analisis data (Spradley, 1980 dalam Sugiyono, 2012) mengemukakan “Analysis of any kind involve a way of thinking. It refers to the systematic examination of something to determine its parts, the relation among parts, and the relationship to the whole. Analysis is a search for patterns.” Maksud dalam kutipan tersebut menyebutkan bahwa analisis dalam sebuah penelitian apapun merupakan cara berpikir. Hal tersebut berkaitan dengan pengujian secara sistematis terhadap sesuatu untuk menentukan bagian, hubungan atarbagian, dan hubungannya dengan keseluruhan. Analisis adalah untuk mencari pola.

Berdasarkan pernyataan tersebut, pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah Teknik analisis kualitatif. Pada dasarnya Teknik analisis data kualitatif ini akan memperoleh data dari berbagai sumber. Proses analisis data yang dilakukan terbatas pada Teknik pengolahan data. Setelah itu peneliti akan melakukan penafsiran dan pengolahan terhadap data yang telah diperoleh.

Analisis data pada penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut.

  1. Mempresentasikan sesuatu yang akan menuntut peserta didik banyak bertutur.
  2. Peserta didik akan dianalisis seberapa sering menggunakan campur kode.
  3. Peserta didik akan ditanya apakah dia menyadari menggunakan campur kode.
  4. Menarik kesimpulan berdasarkan hasil analisis data.

Setelah setiap tahapan dilakukan dengan sistematis, peneliti dapat menarik kesimpulan data yang diperoleh berkaitan dengan campur kode dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.

Keabsahan Data

Seorang peneliti perlu menelaah kembali keabsahan data dalam sebuah penelitian. Hal tersebut bertujuan untuk menentukan bahwa penelitian tersebut benar dilaksanakan secara sistematis. Maka dari itu, demi memperoleh data yang yang absah dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan serangkaian uji data. Validasi instrumen yang dikenal dengan istilah validasi timbangan pakar (Judgment Expert). Instrumen yang divalidasi meliputi: (1) lembar analisis campur kode yang dituturkan peserta didik, (2) lembar angket.

Prosedur Penelitian

Penelitian ini ditempuh melalui langkah-langkah sebagai berikut.

  1. Tahap Persiapan
  2. Mengamati permasalahan
  3. Menentukan judul
  4. Mengajukan judul
  5. Menyusun proposal
  6. Membuat instrumen
  7. Tahap Pengumpulan Data
    1. Penyebaran instrument
    1. Pengumpulan data
  8. Tahap Pengolahan dan Analisis Data
  9. Mengklasifikasikan data
  10. Menganalisis dan mendeskripsikan
  11. Penyusunan dan Penulisan Laporan hasil penelitian
  12. Konsultasi dengan pembimbing
  13. Menyusun laporan

Berdasarkan prosedur penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa prosedur dalam penyusunan proposal ini terdiri dari empat tahapan pokok, yaitu tahapan pertama berupa persiapan yang perlu dirancang oleh peneliti dalam mempersiapkan penelitianya yang mencakup menentukan permasalahan, menentukan judul, mengajukan judul, menyusun proposal, dan membuat instrumen. Tahapan kedua  yaitu tahap pengumpulan data yang mencakup penyebaran istrumen dan pengumpulan data yang akan dibutuhkan untuk penelitian. Lalu tahap ketiga yaitu tahap pengolahan data berdasarkan data yang telah diperoleh dari tahapan kedua dengan mengklasifikasikan data, lalu data yang diperoleh dianalisis dan dideskripsikan. Terakhir tahapan keempat yaitu tahap menyusun dan menulis laporan hasil penelitian, pada tahapan ini ada dua hal yang perlu dilakukan, yaitu melakukan konsultasi dengan pembimbing dan menyusun laporan hasil penelitian.

Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 3 Juni 2021 dengan melakukan observasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas X IPA 4 dan X IPS 3 SMA Telkom Bandung. Dalam proses observasi masih banyak siswa yang kesulitan mengemukakan isi yang berkaitan dengan teks anekdot dengan menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai aturan. Adapun hasil pengamatan yang dirangkum oleh penulis adalah sebagai berikut.

M. Azka – IPA 3Berdasarkan teks anekdot tersebut, jadi yang dikritik adalah pejabat. Isi kritikanya teh kalau mau jadi anggota DPR harus tidur.
Nandita – IPA 3Jadi yah partisipan yang ada di dalam teks anekdot yang berjudul Dosen yang Juga Menjadi Pejabat tadi itu the ada dosen dan mahasiswa
Hisyam – IPA 4Jadi ya Bu, unsur humornya mah kurang terlihat, kritikannya itu the buat pejabat yang takut kehilangan jabatannya atau gak mau diganti.
Siska- IPA 4Tadi teh pertanyaannya apa masalah yang dibahas ya Bu?

Berdasarkan tabel tersebut menunjukan dua peristiwa campur kode yang dilakukan oleh siswa pada saat mengemukakan isi teks. Berdasarkan gambaran empat peristiwa tersebut tergambar bahwa siswa yang bersuku Sunda lebih banyak menyebutrkan teh dan mah. Sedangkan siswa lain yang yang bersuku Jawa terlihat hanya dari dialeknya ketika berbicara. Dan untuk suku lainnya tidak memperlihatkkan tindakan campur kode.

Berdasarkan hasil observasi tersebut pengamat pun berupaya mengumpulkan data dengan cara menyebar angket yang berkaitan dengan penggunaan campur kode. Pertama, pengamat meberikan pertanyaan yang berkaitan dengan suku bangsa siswa, untuk mengetahui latar belakang bahasa lain yang mungkin dipergunakan. Berdasarkan data yang diperoleh sebanyak 83,3% mayoritas siswa yang ada di kelas tersebut memiliki latar belakang bersuku sunda, 26,2% suku Jawa, 4,8% suku Batak, dan lainnya 4,8%.  Berikut adalah data lain yang diperoleh berdasarkan hasil angket berkaitan dengan campur kode.

Dari grafik tersebut terlihat bahwa 85,7% siswa lebih sering menggunakan campur kode di kehidupan sehari-harinya. Sedangkan 11,9% menggunakan bahasa Indonesia. Dari data tersebut menunjukan bahwa siswa lebih mudah berkomunikasi menggunakan campur kode sehingga kebiasaan tersebut terbawa ke dalam kondisi atau keadaan tertentu seperti dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia.

Selain dari itu, dari grafik tersebut menunjukan bahwa kebiasaan menggunakan campur kode bukanlah hal yang asing bagi siswa. Sebanyak 76,2% menunjukan bahwa siswa sudah menggunakan campur kode sejak masih kecil. Dan 19% mulai menggunakan campur kode saat mulai duduk di bangku sekolah dasar. Tentunya hal tersebut terlihat seolah sudah mandarah daging karena dianggap biasa dan sudah menjadi kebiasaan.

Dari grafik tersebutpun menunjukan bahwa bahasa yang diperkenalakan kepada anak lebih banyak dipengaruhi oleh orang tua, artinya bahasa tersebut dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari anak, sehingga akan lebih sulit untuk menerapkan bahasa yang baik.

Grafik ketiga menunjukan sebanyak 92,9% siswa sering mencampurkan bahasa dalam kondisi apa pun. Dan 7,1% tidak pernah menggunakan campur kode.

5. Simpulan

Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari observasi dan hasil angket yang diberikan pada siswa menunjukan bahwa mayoritas siswa kelas X SMA Telkom sudah tidak asing dengan campur kode. Bahkan campur kode sudah dipergunakan oleh siswa sejak masih kecil. Tidak hanya itu, para siswa pun menggunakan campur kode dalam kehidupan sehari-harinya. Penggunaan campur kode dalam memang merupakan problematika yang sulit dihilangkan. Hal tersebut dikarenakan masyarakat pun tetap memgang kukuh bahasa daerah yang digunakannya. Dengan demikian campur kode sangat berpengaruh dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Hal tersebut karena campur kode bukanlah hal yang asing untuk siswa. Sehingga untuk mengatasinya guru perlu memberikan pengarahan lebih mengenai penggunaan bahasa yang baik. Agar penggunaan campur kode tidak begitu mononjol pada saat pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian, memberikan pemahaman lebih mendalam mengenai bahasa dan campur kode merupakan salah satu solusi yang dapat dilaksanakan. Hal tersebut bertujuan agar siswa dapat menggunakan sesuai dengan konteks dan keadaan sekitarnya.

Sumber

Anderson, Jim, and all team. 2016. Family Literacy Programmes and Young Children’s Language and Literacy Development: Paying Attention to Families’ Home Language. Columbia: University of British Columbia.

Depdikbud. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Hestiyana. (2013). Campur Kode Bahasa Indonesia dan Bahasa Banjar Pada Status Facebook Kalangan Remaja Kota Banjarmasin.Undas Hasil Penelitian Bahasa dan Sastra, 9 (1). Banjarbaru: Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan

Indrawan, Rully. 2017. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Campuran. Bandung: Refika Aditama.

Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah.

Maszein, Hana, Sarwiji Suwandi, dan Sumarwati. 2019. Alih Kode dan Campur Kode dalam Interaksi Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMA Negeri 7 Surakarta. BASASTRA Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya. Volume 7 Nomor 2.

Rulyandi*, Muhammad Rohmadi, dan Edy Tri Sulistyo. 2014. Alih Kode dan Campur Kode dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMA. Jurnal Paedagogia, Vol. 17 No. 1.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suwandi, Sarwiji. 2010 .  Serba Linguistik (Mengupas Pelbagai Praktik Bahasa). Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.

Suwito.(1996). Sosiolinguistik. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta

Widyaningtias, Risma. 2018. Alih Kode dan Campur Kode dalam Video Blogger. Eprints.undip.ac.id/63508/1/.

Categories
Tak Berkategori

AN ANALYSIS OF STUDENTS INTEREST IN WRITING PROCEDURAL TEXT THROUGH COOKING ACADEMY GAME

AN ANALYSIS OF STUDENTS INTEREST IN WRITING PROCEDURAL TEXT THROUGH COOKING ACADEMY GAME

A RESEARCH BY ANNISA DWI YANTI TITO- ENGLISH TEACHER OF TELKOM SENIOR HIGH SCHOOL

This research was aimed to find out how the condition of students interest in writing procedural text by using Cooking academy game in Telkom Senior high School. As a student learning by ICT (Information and Communication Technology) becomes a fundamental requirement in determining quality and effectiveness of learning process. This research was conducted at eleven grade students in Telkom senior high school with 34 students as a sample. This research used a qualitative descriptive method and the instruments were questionnaire  and interview. Based on the result of study it was found that the condition of students interest of writing procedural text by cooking academy game is very good.

Keywords: Analysis, Writing, Cooking Academy

INTRODUCTION

English in Indonesia as a foreign language was taught in Junior high school and Senior high school with the purpose of giving opportunities to the students to access science and technology,and also to strengthen international relationship. Indonesian students should comprehend English subject in four skills. Each skill consists of many kind of concepts,including writing skill.

Writing activity is the latest skills masterd by students after listening, speaking, and reading skills (Nurgiyantoro, 2010).Writing in second language becomes more difficult task for students (Anwar & Ahmed, 2016). Due to the fact that people speak more obviously than writing in their routine life.

In k-13 curriculum, language subject is taught based on the text learning. Procedure text is one of the text that is studied. The aims of procedure text is to explain how to do or to make something clear (Kosasih, 2014). Writing is the most complicated language skills , involving a variety of other skills, including the ability to arrange thoughts and feelings using words in the form of sentences that are appropriate to the structure and rules of grammar (Akhadiah, Arsjad, & Ridwan, 2012). Most of Senior High School students problems are hard to find the theme, main idea, lack vocabularies, than combine words into a cohern paragraph.

In the era of globalization, ICT (Information and Communication Technology) becomes a fundamental requirement in determining quality and effectiveness of learning process. ICT in education refers to the use of computerbased communication that incorporates into daily classroom instructional process and teachers are seen as the key players in using ICT in their daily classroom in preparing students for the current digital era (Ghavifekr & Rosdy, 2015). Nowdays teaching  learning process in Curriculum 2013 use a Scientific Approach or a science-based approach, including teaching English. Scientific approach in teaching learning is a teaching oriented to develop the student’s ability to solve the problem by using integrated inquiry activities which demand to have a critical thinking, creative, to increase the students understanding (Abidin, 2014). The five steps are observing, questioning, asociating, experimenting, and communicating.

 METHOD

This research was conducted at Telkom Senior High school with 34 students. It used the descriptive qualitative method that has purpose to describe and help the reader to know what is happening in the environmwnt under observation, what is the viewpoint of participants who are in the background of the research and what kind of events or activities that occur in the researcher background (Emzir, 2012). The instruments that’s used for collecting data in this research are :

  1. Questionnaire

Questionnaire is a data collection technique in which the participant / respondent fills in a question or statement then after completing it completely returns it to the researcher. The questionnaire to be given is a number of questions To find out students responses to the media that have been given.

  • Interview

Interview survey, are form on which the reseacher record to answers supplied by the participant in the study. The researcher asks a question form an interview guide, listen for the answers or observes behavior and records responses on the survey (Creswell, 2012). interviews can be conducted in a structured or unstructured manner and can be done through face-to-face or telephone use.

RESULT AND DISCUSSION

Based on the interview, it was found that students of Telkom senior high school had some difficulties in writing procedul text, it was showed from the questionnaire. First, most of them have difficulty to compose sentences in English, then, that is equal to 41%  students did not know the vocabulary in English with 26 % hard to find the ideas in writing and felt bored also. The questionnaire showed that 24 Students that Cooking Academy helped them in making procedural texts, with the opinions that Cooking Academy gave a lot of new vocabulary, got a lot of and correct verb for writing procedural text, it was colourfull view made them easyly to understand with the real picture which was made not bored and learning English more fun. Most of the students said that by using this media, the activity of writing texts in English becomes more interesting and fun, it can also be used anywhere. Then as much as 41.% argue that by using the media Cooking Academy 3 The vocabulary becomes more varied and more easily poured into English text and writing becomes more interesting and enjoyable when it can also be used anytime and anywhere.

CONCLUSION

As a students writing a procedural text is a must according to the curriculum 13 language subject is taught based on the text learning, and procedure text is one of the text that is studied. In this era globalisation ICT could help learning process, and Cooking academy was categorised .

According to the researcher, questionnaire showed that most of the student had difficulties in writing procedural text,then they needed a media for helping them in learning process. Based on the interview students of Telkom senior high school interested with Cooking Academy game in writing procedural text, the questionnaire show that after doing Cooking Academy game their vocabulary became more varied and easier poured into a text and writing process became more interesting and enjoyable that could be used anytime and anywhere. 

ACKNOWLEGEMENT

Alhamdulillahirrabbilalamin. All praises and thanks to Allah SWT who has granted us this ease to complete this research. With all sincerity, the authors thank to those who have helped us completing this research :

  1. Mr. DRS. Tatang Taryana M.Pd as the head master of Telkom senior high school
  2. Mr. H. Budi Rustandi M,pd as the vice master of Telkom senior high school
  3. The students of Telkom senior high school

We sincerely hope that this research is useful for the readers and contributes to the education

World.

REFERENCES

Abidin, Y. (2014). Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: PT Refika Aditama.

Akhadiah, S., Arsjad, M. G., & Ridwan, S. H. (2012). Akhadiah, Sabarti dkk. 2012. Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Anwar, M. N., & Ahmed, N. (2016). STUDENTS DIFFICULTIES IN LEARNING WRITING SKILLS IN SECOND LANGUAGE . Sci.Int., 735-739.

Creswell, j. (2012). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ghavifekr, S., & Rosdy, W. A. (2015). Teaching and Learning with Technology: Effectiveness of ICT Integration. IJRES, 176-191.

Kosasih. (2014). Jenis-Jenis Teks. Bandung: PENERBIT YRAMA WIDYA.

Nurgiyantoro, B. (2010). Penilaian dalam Pembealajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE.

Categories
Tak Berkategori

DILEMATIS MENJADI SEORANG PELAJAR DAN SEORANG JUARA

DILEMATIS MENJADI SEORANG PELAJAR DAN SEORANG JUARA

oleh: Restiana Nurfaridah, S.Pd ( Guru BK SMA Telkom Bandung)

Berprestasi dalam bidang akademik merupakan hal yang diinginkan oleh setiap pelajar, namun bagaimana dengan prestasi non akademik? tidak semua pelajar menginginkannya, padahal di sisi lain berprestasi di bidang non-akademik akan memberikan banyak pengalaman berharga untuk dirinya. Saat ini sudah banyak para pelajar yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah Atas yang menjadi atlet professional, ataupun youTuber pro, content creator dan sebagainya. Mengapa bisa? jawabannya adalah keinginan untuk berprestasi. Siapa sih yang tidak mau berprestasi? pasti semua orang ingin. Begitupun para juara yang bisa mendapatkan berbagai macam prestasi baik tingkat daerah, nasional maupun internasional. Lalu bagaimana dengan tanggung jawab mereka sebagai seorang pelajar, pastinya mereka sudah mengetahui konsekuensi dan tanggung jawab apa yang dibebani kepada mereka sehingga mereka akan bekerja lebih ekstra dibanding pada pelajar lainnya. Namun jangan disangka menjadi mereka itu mudah loh, membagi waktu, menghilangkan rasa malas, menyeimbangkan keinginan berprestasi di akademik dan non akademik itu merupakan hal yang sulit untuk mereka.

Sekolah sebagai wadah untuk menimba ilmu, di lain sisi pun banyak memberikan kesempatan kepada para siswanya untuk berkembang di bidang non-akademik. SMA Telkom Bandung memfasilitasi banyak ekstrakulikuler yang nantinya akan menghasilkan para juara untuk mengharumkan nama sekolah, daerah bahkan negara. Namun ada satu hal yang sangat penting ketika menjadi seorang pelajar yang ingin berprestasi di bidang non-akademik, apa itu? Motivasi belajar. Banyak para juara yang terkadang menyampingkan urusan belajar, padahal belajar sendiri bukan hanya mencari ilmu pengetahu seperti matemtika, fisika, geografi, ekonomi dan lainnya. Belajar juga mencari ilmu-ilmu pengetahuan yang dapat diaplikasikan kedalam kehidupan nyata. Asalkan kita dapat membagi waktu, menentukan prioritas, pasti kita akan mudah untuk mendapatkan yang terbaik.

So, siapa disini yang masih mempunyai mimpi untuk menjadi seorang atlet professional, youTuber terkenal atau yang lainnya. Bermimpilah setinggi-tingginya, jangan lupa berusaha sekuat-kuatnya, pasti kalian akan mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya.

Selamat berjuang para Gen Biru!

Categories
Tak Berkategori

HARI GURU DI #SMATTELKOMBANDUNG

“SELAMAT HARI GURU UNTUK GURU GURU KAMI TERCINTA” sepenggal kalimat yang siswa siswi hebat ucapkan beriringan dengan sepucuk bunga mawar yang mereka persembahkan untuk ibu/bapak.

Sore itu terdengar nyanyian bertemakan guru mereka putarkan dan sukses membuat ibu/bapak yang sedang berada diruang guru melangkah keluar dan mendapati siswa-siswi nya sedang menyambut dengan iringan lagu dan bunga ditangnnya .

sebuah puisi manis pun dengan indah ketua osis SMA Telkom Bandung sampaikan sebagai perwakilan seluruh siswa siswi hebat di hari Guru ini. tetesan haru dan pelukan hanga meramaikan suasana menjadi lebih berarti ini hari guru ini , sama seperti sepenggal kalimat yang Aura( ketua osis) sampaikan bahwa tidak ada yang bisa terbalaskan hanya sebuah ucapan terima kasih dan doa yang selalu putra/putrinya kirimkan untuk jasa dan keringat yang tiada heni ibu/bapak berikan untuk kesuksesan dimasa depan yang selalu mereka tanamkan.

Categories
Tak Berkategori

Politik Hugo Rafael Chavez Frias dalam Kepemimpinannya di Venezuela (1998-2013)

Politik Hugo Rafael Chavez Frias dalam Kepemimpinannya di Venezuela (1998-2013)

ISMIAJI RIDHO PAMUNGKAS, S.Pd.

GURU SEJARAH DI SMA TELKOM BANDUNG

RENCANA PENELITIAN

Rencana penelitian ini berjudul Politik Hugo Rafael Chavez Frias dalam Kepemimpinannya di Venezuela (1998-2013). Penelitian ini menggambarkan peristiwa sejarah kontemporer yang terjadi di kawasan Amerika Latin, khususnya Venezuela di bawah pemerintahan Hugo Chavez masa jabatan 1998-2013. Peristiwa sejarah yang dikaji meliputi latar belakang yang mempengaruhi pemikiran Hugo Chavez, gerakan politik dari Presiden Venezuela yaitu Hugo Chavez dalam hal membuat perubahan di bidang ekonomi dan politik, serta dampak dari kepemimpinannya selama menjadi Presiden Venezuela.

Penulisan ini didasarkan pada ketertarikan penulis tentang adanya sebuah perlawanan yang ditunjukkan oleh negara dari dunia ketiga dalam hal ini Venezuela terhadap negara Amerika Serikat. Perlawanan yang ditunjukkan dalam bidang politik dan ekonomi ini bukan tanpa alasan, Venezuela merupakan negara penghasil minyak terbesar nomor lima di dunia. Hal ini berbeda ketika Venezuela dipimpin oleh Hugo Chavez sejak tahun 1999. Setelah Hugo Chavez berkuasa, pemerintahan Hugo Chavez lebih banyak bekerja sama dengan negara-negara sahabat di kawasan Amerika Latin, terlebih lagi hubungan kedekatannya dengan Kuba.

PENDEKATAN

Penulis menggunakan pendekatan interdisipliner.konsep kepemimpinan dan teori kekuasaan dari Mac Iver sebagai bahan pendukung bagi penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Dengan mengangkat kepemimpinan dari seorang tokoh politik di Venezuela, rencana penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi baru dalam penulisan sejarah di kawasan Amerika Latin yang belum banyak dilakukan.

TUJUAN

Tujuan dalam penulisan ini yaitu mengidentifikasi Politik Hugo Rafael Chavez Frias dalam kepemimpinannya di Venezuela (1998-2013).

METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah metode historis yang meliputi pengumpulan sumber (heuristik), kritik sumber, interpretasi dan historiografi.

MANFAAT

Tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara akademis maupun secara praktis. Secara akademis dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai perjalanan salah seorang tokoh politik di Venezuela bernama Hugo Rafael Chavez Frias di bidang politik tahun 1998-2013. Adapun manfaat secara praktis dari penelitian ini antara lain:

1. Memperkaya penelitian sejarah kawasan Amerika Latin

2. Dapat dijadikan sebagai referensi bagi peserta didik SMA tentang materi Sejarah Amerika

REFERENSI

Buku

Carroll, R. (2013). Hugo Chavez Soekarno Dari Venezuela. Jakarta: Change Publisher.

Harnecker, M. (2007). Memahami Revolusi Venezuela: Perbincanan Hugo Chavez dengan Marta Harnecker. Jakarta: Aliansi Muda Progresif dan Institute for Global Jusctice.

Pram, Tofik. (2013). Hugo Chavez Malaikat dari Selatan. Bandung: Mizan.

Soyomukti, N. (2007). Revolusi Bolivarian Hugo Chavez dan Politik Radikal. Yogyakarta: Resist Book.

Soyomukti, N. (2008). Hugo Chavez dan Amerika Serikat. Yogyakarta: Narasi.

Sullivan, M. P. (2009). Venezuela: Political Condition and US Policy. Venezuela: Congressional Research Service

Jurnal

Corrales, J. (2006). Hugo Boss. Foreign Policy: Scholarly Journals. Volume 3, Nomor 2, 32-40.

Categories
Tak Berkategori

A Comparative Study on Japanese and Indonesian High School Student’s Learning Methods During Pandemic Covid-19

A Comparative Study on Japanese and Indonesian High School Student’s Learning Methods During Pandemic Covid-1

Teaching Field :

Economy

 RESEARCH PLAN BY :

Lily Felina

 Research Title:

A Comparative Study on Japanese and Indonesian High School Student’s Learning Methods During Pandemic Covid-19

 

 General Description of Research

Basic education in general is divided into primary school and junior high school education. The main purpose of education process in primary school is the development body, emotion, socialization, environmental introduction and language.

Where as the secondary education is the beginning of reinforcement and improvement of student’s potentials which have been recorded since their early years at the basic education.

Thus, learning programs and learning activities in middle schools should pay more attention to development of student of student’s main potential, so that learning programs in secondary schools will be able to support the success of the students, as an individual and as a part of community.

The most common type of upper-secondary school in Japan has a full-time, general program that offered academic courses for students preparing for higher education as well as technical and vocational courses for students expecting to find employment after graduation. More than 70% of upper-secondary school students were enrolled in the general academic program in the late 1980s. A small number of schools offer part-time programs, evening courses or correspondence education.

In accordance with Indonesian government’s policy that set the upper-secondary school to SMA or general high school for preparing students for higher education (college or university) and vocational high school for preparing students for employment.

Approximately 98% of Japanese schools have reopened as of June 1, 2020. With the fight against Covid-19 turning into a protracted battle, it will be important to ensure that students are both as safe as possible from the infection and able to learn in sound, healthy way. That means taking whatever measures necessary to ensure children’s learning as much as possible, without anyone being left behind.

Meanwhile, the government of Indonesia apply PTMT (Pertemuan Tatap Muka Terbatas) system, an regular/offline classes in the middle of 2021. PTMT become an option for educational institutions as an effort to reduce the negative impact of online classes for students.

In the process, several problems will occur, such as the absence of facilities and infrastructure to support health services, the safety of the denizens of the institution, the adjustment of educational facilities and the number of students that are allowed to attend classes, and the length of time that students can spend at school. Each educational institution can adjust to the most suitable system of PTMT in accordance with their standards. Parents of students of schools that are already started the regular classes. May choose between online and offline classes.

Undertake comparative studies of educational situations of other countries, it is merely intended to arouse our awareness about our position in internationally academic achievement in situation pandemic Covid-19 and we take some steps to tackle educational problem from the reliable data not anecdotal issues.

 

Objectives :

To obtain the right information towards Indonesian position in Internationally academic achievement in situation pandemic Covid-19 and we take some steps to tackle educational problem from the reliable data.

 

Scope :

The scope of the research is learning activity in Indonesian and Japanese high school to know steps improvement in a system of education in Indonesia in situation pandemic Covid-19.

 

Methodology :

1.      Literature Study

2.      Qualitative Descriptive Research

3.      Evaluation, Conclusion, and Suggestion for Future

 

References :

 

[1] Jones, Randall.S. “Education Reform in Japan” In proceeding of 2011 OECD Economics Department Working Papers N o. 888, 2011.

 

[2] MEXT, Ministry Of Education Culture, Sports, Science and Technology-Japan. “Overview of the Ministry of Education, Culture, Sports, Science and Technology” MEXT, Ministry Of Education Culture, Sports, Science and Technology-Japan, 2018.

 

[3] MEXT, Ministry Of Education Culture, Sports, Science and Technology-Japan. “Education in Japan Beyond the Crisis of COVID-19 – Leave No One Behind” MEXT, Ministry Of Education Culture, Sports, Science and Technology-Japan, 2020.

 

[4] Nobuteru, Ikeshima. “On a Project that Support the High School Students who Have Desire to be School Teachers (III) – Development of the Cooperative trial Between Osaka Koiku University and the Consortium of 42 Prefectural High Schools in Osaka in COVID 19 Situation” InProceeding Osaka Forum for Applied Research in Education No 14, 59 – 70, 2020.

 

[5] Mustafa, Sulihin, dkk.. “Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Pada Masa Pandemi COVID-19 di SMA” Direktorat Sekolah Menengah Atas, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, 2021.

 

[6] Gustiani, Sri. “Students’ Motivation in Online Learning During COVID-19 Pandemic Era : A Case Study” In Proceeding Holistic Journal, Volume 12, number 2, 2020.

 

[7] Aziz, Abdul. “A Comparative Study on Japanese and Indonesian Elementary School” In Proceeding Madrasah, Vol II No.1, 2009.